Senin, 28 April 2014

DINAMIKA POLITIK INDONESIA




DINAMIKA POLITIK INDONESIA

            Setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, gagasan demokrasi dalam kehidupan politik mendapat tempat yang sangat menonjol. Para pemimpin bangsa Indonesia saat itu bersepakat untuk memilih demokrasi dalam kehidupan bernegara yang kemudian di tungkan kedalam UUD 1945. Pada awal perjalanannya, melalui pasal IV aturan pealihan UUD 1945, presiden di beri kekuasaan sementara untuk melakukan kekuasaan MPR,DPR,dan DPA sebelum lembaga-lembaga konstitusional dibentuk sebagaimana mestinya.

           Sebelum sempat terjadi perdebatan mengenai system pemerintahan yang di pelopori oleh kaum muda dengan munculnya gerakan ‘parlementerisme’. Kaum muda menghendaki agar system pemerintahan yang dibentuk adalah sistem parlementer, bukan presidensial. Beberapa alasan yang di kemukakan antara lain sebagai berikut:

• Adanya ketidaksetujuan terhadap peletakan kekuasaan di tangan Soekarno yang pemerintahannya di dominasi oleh orang – orang yang pada Zaman pendudukan Jepang menduduki jabatan penting,
• Adanya pandangan bahwa system presidensial memungkinkan dibuatnya produk darurat legislasi yang berarti Negara terlalu kuat dan tidak mencerminkan demokrasi
• Pemerintahan yang ada hanya untuk memberi kesan kepada dunia Internasional bahwa Negara ini adalah Negara demokrasi yang bukan boneka Jepang
• Adanya keinginan untuk menghalau kegiatan politik Subardjo untuk menjadikan partai persatuan Nasional sebagai partai tunggal
Secara umum dinamika perjalanan politik Indonesia dapat di bagi kedalam 5 priode.

1. Periode Demokrasi Liberal (1945-1959)

           Dinamika politik pada priode demokrasi liberal, dapat dilihat berdasarkan aktifitas politik kenegaraan berikut:

a) Awal kemerdekaan proklamasi 17 Agustus 1945,Presiden yang untuk sementara memegang jabatan rangkap segera membentuk dan melantik Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)tanggal 29 Agustus 1945 dengan ketua Kasman Singodimedjo untuk membantu tugas –tugas presiden.

b) Untuk menghindari kekuasaan Presiden yang terpusat ,timbul usaha –usaha untuk membangun corak pemerintahan yang lebih demokratis, yaitu ‘parlementer’.Usaha tersebut mengkristal ketika pada 7 Oktober 1945 lahir memorandum yang ditandatangani oleh 50 orang (dari 150 orang) anggota KNIP yang berisi dua hal:
1) Mendesak presiden agar menggunakan kekuasaan istimewanya untuk segera membentuk MPR
2) Sebelum MPR terbentuk , hendaknya anggota – anggota KNIP dianggap sebagai (diberi kewenangan untuk melakukan fungsi dan tugas) MPR

c) Pada 16 Oktober 1945, KNIP menindaklanjuti usulannya kepada pemerintah yang kemudian disetujui dengan keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945 yang diktumnya berbunyi sebagai berikut:
“Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR di serahi kekuasan legislative dan ikut menetapkan GBHN, serta menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan yang di jalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang di pilih di antara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.

d) Untuk mendorong kearah cabinet parlementer, atas usul BP-KNIP pada 3 november 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang pokok isinya adalah “agar aliran-aliran dalam masyarakat segera membentuk partai politiknya sebelum di langsungkan Pemilu yang akan diselenggarakan pada bulan Juni 1945”. Maklumat inilah yang menjadi dasar banyak partai atau multipartai.

e) Sebagai tindak lanjut Maklumat Wakil Presiden No.X tahun 1945, kemudian keluarlah Maklumat Pemerintah 14 November 1945 tentang Susunan Kabinet berdasarkan sisitem parlementer. Sejak saat itu,tanpa mengubah UUD 1945 sistem pemerintahan bergeser dari cabinet presidensial ke cabinet parlementer (liberal-dmokratis)

f) Pergeseran politik Indonesia kembali mengalami dinamika sejak di berlakukan Konstitusi RIS 1949 yang menerapkan “perlementerisme” dengan “ federalisme”. Sistem federalism dalam mekanisme hubungan antara pusat dan daerah (Negara bagian) meletakkan pemerintah pemerintah pusat dan pemerintah Negara-Negara bagian dalam susunan yang sederajat. Sehingga untuk parlemen, terdiri dari 2 badan (bikameral) yaitu: senat (mewakili negra bagian) dan dewan perwakilan rakyat.

g) Pada 17 Agustus 1950, RIS resmi bubar dan negra Indonesia kembali kebentuk Negara kesatuan. Namun system politik demokrasi liberal yang diterpakan menunjukkan pola hubungan antara pemerintah dengan parlemen sebagai bureu-nomia, yaitu pemerintahn partai – partai. Karena sejak berlakunya UUDS 1950 (kurun waktu), partai-partai melalui parlemen seringkali menjatuhkan mosi tidak percaya kepada cabinet sehingga cabinet yang ada hanya berumur rata-rata 1,5 tahun. Walaupun tahun 1955 pernah dilaksanakan Pemilu pertama, namun di segala bidang kehidupan terjadi instabilitas.




2. Periode Demokrasi Terpimpin ( 1959 – 1966 )

            Demokrasi Terpimpin adalah paham demokrasi berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berintikan musyawarah untuk mufakat secaa gotong-royong antara semua kekuatan nasional yang Progresif Revolusioner berporoskan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).

             Dinamika politik pada periode demokrasi terpimpin dapat dilihat berdasarkan aktivitas politik kenegaraan sebagai berikut.

a) Keluarnya dekrit presiden 5 juli 1959 telah mengakhiri system politik liberal yang kemudian diganti dengan system”demokrasi terpimpin” dan berlakunya kembali UUD 1945.

b) Dekrit presiden 5 juli 1959, selai didukung oleh angkata darat dan mahkamah agung, juga di dukung oleh rakyat karena kegagalan konstituante dalam melaksanakan tugasnya yaitu membuat UUD yang baru.

c) Situasi politik pada era reformasi demokrasi terpimpin diwarnai oleh tarik menarik tiga kekuatan politik utama yang saling memanfaatkan, yaitu Soekarno, Angkatan Darat dan PKI.Soekarno memerlukan PKI untuk menghadapi Angkatan Darat yang berubah menjadi kekuatan politik yang menyaingi kekuasaan Soekarno, PKI memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan dari presiden dalam melawan Angkatan Drata, sedangkan Angkatan Darat membutuhkan Soekarno untuk mendapatkan legitimasi bagi keterlibatannya di dalam politik.

d) Demokrasi Terpimpin seperti yang tercantum di dalam Tap MPRS No. VIII/MPRS/1965, mengandung ketentuan tentang mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan ‘musyawarah mufakat’. Jika mufakat bulat tidak dapat tercapai, maka keputusan tentang masalah yang dimusyawarahkan itu diserahkan kepada presiden untuk diambil keputusan.

e) Pilar-pilar demokrasi dan kehidupan kepartaian serta legislative menjadi sangat lemah, sebaliknya presiden sebagai kepala eksekutif menjadi sangat kuat. Sebagai contoh, DPR yang dibentuk melalui Pmilu 1955 dibubarkan oleh presiden pada tahun 1960. Sebagai pengganti, DPR-GR yang dibentuk lebih banyak sekedar membrikan legitimasi atas keinginan-keinginan Presiden.





3. Periode Orde Baru (1996-1998)

              Tragedi nasional pembunuhan enam orang jenderal Angkatan Darat pada 1 Oktober 1965 telah memunculkan krisis politik sehingga terjadi kemerosotan kekuasaan soekarno secara tajam. Tarik menarik kekuasaan antara Soekarno, PKI, dan angkatan Darat, akhirnya dimenagkan oleh Angkatan Darat.

              Soeharto mendapat mandate dari soekarno untuk memulihkan keamanan melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 yang dikenal dengan Supersemar yang isinya “pelimpahan kekuasaan kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan unutk menjamin keamanan dan stabilitas pemerintahan serta keselamatan pribadi presiden” SP 11 Maret member jalan bagi tampilnya militer (terutama Angkatan Darat) sebagai pemeran utama dalam politik Indonesi. Soeharto dan jajaran TNI AD mengambil langkah-langkah penting dengan membubarkan PKI dan ormasnya, memburu para aktivis PKI, dan menciptakan stabilitas keamana. Kendali kekuasaan praktis berada di tangan Soeharto dan jajaran pemimpin TNI AD sejak 12 Maret 1966 bersamaan dengan pembubaran PKI (diperkuat dengan keluarnya Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966). Selanjutnya pemerintahan Soeharto yang tampil menggantikan Soekarno sejak 12 Maret 1967 menamakan diri pemerintahan orde baru.

             Istilah Orde Baru, yang memisahkan diri dari Orde Lama, muncul sewaktu diselenggarakab seminar II TNI/AD di SESKOAD Bandung pada tanggal 25-31 April 1966. Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perkehidupan rakyat, bangsa dan Negara yang diletakkan kembali kepada kemurnian Pancasila UUD 1945. Orde Baru berlandaskan pada pancasila (landasan ideal), UUD 1945(landasan konstitusional), dan TAP MPRS/MPR (landasan Operasional).

Dinamika Politik pada periode Orde Baru, dapat dilihat berdasarkan aktivitas politik kenegaraan sebagai berikut:

a. Terjadinya krisis politik yang luar biasa, yaitu banyaknya demonstrasi mahasiswa, pelajar dan ormas-ormas onderbow parpol yang hidup dalam tekanan selama era demokrasi terpimpin, sehingga melahirkan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) yaitu:
1) Bubarkan PKI,
2) Bersihkan Kabinet Dwi Kora dari PKI,
3) Turunkan harga/perbaikan ekonomi.

b. Pemerintahan Orde Baru lebih memprioritaskan pembanguan ekonomi, dan pada sisi lain rezim ini berupaya menciptakan stabilitas politik dan keamanan. Pengalaman masa lalu dengan demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin telah berakibat berlarut-larutnya instabilitas politik sehingga Negara tidak memikirkan pembangunan ekonomi secara serius. Namun demikian, upaya untuk membangun stabilitas tersebut dilakukan dengan mengekang hak-hak politik rakyat atau demokrasi.

c. Pada awal pemerintahan Orde Baru, Parpol dan Media massa diberi kebebasan unutk melancarkan kritik dan pengungkapan realita di dalam masyarakat. Namun sejak dibentuknya format politik baru yang dituangkan dalam UU No.15 dan 16 Tahun 1969 (tentang pemilu dan Susduk MPR/DPR/DPRD) menggiring masyarakat Indonesia kea rah otoritarian. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa pengisian 1/3 kursi anggota MPR dan 1/5 anggota DPR dilakukan melalui pengangkatan secara langsung tanpa melalui Pemilu.

d. Kemenangan Golkar pada Pemilu 1971 mengurangi oposisi terhadap pemerintah di kalangan sipil, kareba Golkar sangat dominan, sementara partai-parti lain berada di bawah pengawasan/ control pemerintah. Kemenangan ini juga mengantarkan Golkar menjadi partai hegemonik yang kemudian bersama ABRI dan birokrasi menjadikan dirinya sebagai tumpuan utama rezim Orde Baru unutk mendominasi semua proses politik.

e. Pada 1973 pemerintah melaksanakan penggabungan Sembilan Parpol peserta Pemilu 1971 ke dalam 2 Parpol, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menggabungkan partai-partai Islam dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan partai-partai nasional dan Kristen. Penggabungan (fusi) ini mengakibatkan merosotnya perolehan 2 Parpol pada Pemilu 1977, sementara Golkar mendominasi perolehan suara. Dominasi Golkar ini terus berlanjut hingga kemenangan terbesarnya diperoleh pada tahun 1997.

f. Selama Orde Baru berkuasa, pilar-pilar demokrasi seperti Parpol dan Lembaga Perwakilan Rakyat berada dalam kondisi lemah dan selalu dibayangi oleh control dan penetrasi birokrasi yang sangat kuat. Anggota DPR selalu dibayang-bayangi oleh mekanisme recall (penggantian anggota DPR karena dianggap telalu kritis atau karena pelanggaran lain), sementara Parpol tidak mempunyai otonomi internal.

g. Eksekutif sangat kuat sehingga partisipasi politik dari kekuatan-kekuatan di luar birokrasi sangat lemah. Kehidupan pers selalu dibayang-bayangi oleh pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Sementara rakyat tidak diperkenankan menyelenggarakan aktivitas social dan politik tanpa izin dari Negara. Praktis tidak muncul kekuatan civil society yang mampu melakukan control dan menjadi kekuatan penyeimbang bagi kekuasaan pemerintah Soeharto yang sangat dominan.






Perbedaan Penerapan Otoritarianisme
Ø Tidak ada system kepartaian selama masa Demokrasi Terpimpin
Ø Tumpuan kekuatan ada pada Presiden Soekaro

Ø Jalan Politik sebagai kebijakan cenderung inkonstitusional


Ø Obsesinya adalah pemusatan kekuasaan untuk mencegah disentegrasi Ø Melahirkan system kepartaian yang hegemonic
Ø Tumpuan kekuatan selain pada Presiden Soeharto, juga pada ABRI, Golkar dan Birokrasi
Ø Lebih memilih jalan politik justifikasi dengan membentuk berbagai perangkat hokum untuk membenarkan kebijakan otoriter
Ø Memiliki obsesi membangun stabilitas nasional sebagai prasyarat kelancaran pembangunan ekonomi.

             Terdapat perbedaan mendasar antara kebijakan pemerintah Soekarno dengan pemerintah Soeharto. Pada awalnya Soekarno cenderung mendorong kebebasan politik, tetapi setelah terjadi kebuntuan politik dan justru mengambil alih kendali melalui kebijakan Demokrasi Terpimpin. Dengan demikian segala kebijakan terpusat di tangan Soekarno hingga turunnya dia dari kekuasaan pada 1966.

             Kepemimpinan soeharto juga sangat terpusat, tetapi da membangun kekuasaannya dengan tiga pilar utama, yaitu ABRI, Golkar dan Birokrasi. Berbeda dengan soekarno, Soeharto justru membatasi hak-hak politik masyarakat dengan alas an stabilitas keamanan. Pembangunan ekonomi dikedepankan, namun ruang kebebasan dipersempit. Akibatnya, pemerintahan soeharto berjalan nyaris tanpa control masyarakat sehingga kemajuan ekonomi digerogoti oleh maraknya Korupsi, Kolusi dan epotisme.

4. Periode Reformasi (1998-sekarang)

              Era Reformasi disebut juga sebagai Era Kebangkitan Demikrasi. Presiden B.j. Habibie dalam pidato kenegaraan di hadapan DPR/MPR (tanggal 15 Agustus 1998) antara lain menyebutkan:
a. Esensi Reformasi Nasional adalah koreksi terencana, melembaga dan berkesiambungan tehadap seluruh penyimpangan yang telah tejadi dalam bidang ekonomi, politik dan hokum.
b. Sasarannya adalah agar bangsa Indonesia bangkit kembali dengan suasana yang lebih terbuka, lebih teratur dan lebih demokratis

              Sebagian keberhasilan pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi harus diakui sebagai prestasi besar bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Indikasi keberhasilan tersebut antara lain tingkatpendapatan per kapita pada tahun 1977 mencapai angka mendekati US$ 1200 dengan pertumbuhan sebesar 7%. Ditambah pula meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastuktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

               Namun keberhasilan ekonomi yang dicapai pada masa Orde Baru, tidak diimbangi oleh pembangunan mental dan bidang-bidang lain. Akibat langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat menjelang runtuhnya Orde Baru adalah praktik Korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN) yang semakin marak dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini selain mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan, juga telah menghancurkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan, etika politik, moral hokum, dasar-dasar demokrasi dan sebdi-sendi agama.

               Khusus di bidang politik, krisis kepercayaan tersebut direspon oleh masyarakat melalui kelompok penekan (pressure group) dengan mengadakan berbagai macam unjuk rasa/demostrasi yang dipelopori oleh pelajar, mahasiswa, dosen, praktisi, LSM dan politisi. Gelombang demonstrasi yang menyuarakan ‘reformasi’ begitu deras mengalir dengan dukungan dari berbagai kalangan yang semakin kuat dan meluas. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden soeharto menyatakan mengundurkan diri. Wakil Presiden B.J Habibie yang menggantikan kepeimpinan nasional di Indonesia dilantik dihadapan Ketua MA dan Ketua serta Wakil Ketua DPR/MPR.

               Dinamika politik pada periede era Reformasi, dapat dilihat berdasarkan aktivitas politik kenegaraan sebagai berikut:

a. Kebijakan pemerintah yang member ruang gerak lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tulisan yang terwujud dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Misalnya dikeluarkannya UU No. 2/1999 tentang Partai Politik yang memungkinkan multipartai, UU No. 12/1999 tentang Pegawai Negeri yang menjadi anggota Parpol, dan sebagainya.

b. Upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, berwibawa dan bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkannya Ketetapan MPR No.IX/MPR/1998. Ketetapan MPR ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya UU No. 30 Tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.

c. Lembaga legislative dan organisasi social politik sudah memiliki keberanian unutk menyatakan pendapatnya terhadap eksekutif yang cenderung lebih seimbang dan proporsional.
d. Satu hal yang membanggakan kita dalam reformasi politik adalah adanya pembatasan jabatan Presiden, dan untuk pemilu 2004 Presiden dan Wakil Presiden tidak dipilih lagi oleh MPR melainkan dipilih langsung oleg rakyat. Demikian juga untuk anggota legislative, mereka telah diketahui secara terbuka oleh masyarakat luas. Selain itu dibentuk pula Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mengakomodasi aspirasi daerah.

Sumber : http://iaschubby.blogspot.com/2009/08/dinamika-politik-indonesia.html

Rabu, 09 April 2014

Sistem Politik Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme, yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya.
Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka mendalami tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia salah satu hal yang penting adalah memahami sistem politik dan pemerintahan. Berangkat dari situlah kita sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban untuk tetap menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan diharuskan memahami sistem politik di Indonesia.
Melalui pemahaman tersebut diharapkan memberikan kesadaran bagi kita agar Indonesia menghindari sistem pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegar

B. Perumusan Masalah
Apa saja macam-macam sistem politik ?
Bagaimana Fungsi sistem politik ?
Bagaimana perbedaan sistem politik di Indonesia dengan sistem politik di Negara liberal dan komunis ?

C. Penegasan Judul
Sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang didalamnya terdiri atas bagian-bagian yang terikat dalam satu unit yang satu sama lain berbeda dalam keadaan kait-mengait dan fungsional.
Politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

D. Alasan Memilih Judul
Alasan saya memilih paper yang berjudul sistem politik di Indonesia yaitu agar mengetahui macam-macam, fungsi, sifat, serta perbedaan sistem politik di Indonesia dengan Negara-negara yang lain.
E. Ruang lingkup Pembahasan
Ruang lingkup materi yang akan di bahas dalam paper ini meliputi :
Sejarah sistem politik Indonesia
Proses politik di Indonesia
Macam-macam Sistem Politik
Fungsi Sistem Politik
Sifat Sistem Politik
Perbedaan Sistem Politik

F. Tujuan dan Kegunaan penelitian
 Tujuan penulisan paper ini yaitu agar dapat:
Mendeskripsikan sejarah sistem politik indonesia
Mendeskripsikan proses politik di indonesia
Mendeskripsikan macam-macam sistem politik
Mendeskripsikan fungsi sistem politik
Mendeskripsikan sifat sistem politik
Mendeskripsikan perbedaan sistem politik






BAB II
LANDASAN TEORITIS
 Pengertian Sistem
           Sistem adalah suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur (elemen). Unsur, Komponen, Atau bagian yang banyak ini satu sama lain berada dalam keterkaitan yang saling kait mengait dan fungsional. Sistem dapat diartikan pula sebagai suatu yang lebih tinggi dari pada sekedar merupakan cara, tata, rencana, skema, prosedur atau metode
Pengertian Politik
Politik berasal dari kata “ polis” (negara kota), yang kemudian berkembang menjadi kata dan pengertian dalam barbagai bahasa. Aristoteles dalam Politics mengatakan bahwa “pengamatan pertama – tama menunjukan kepada kita bahwa setiap polis atau negara tidak lain adalah semacam asosiasi.
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.
Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
C.   Pengertian Sistem Politik
Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara).
Menurut Sri Soemantri sistem politik adalah pelembagaan dari hubungan antarmanusia yang dilembagakan dalam bermacam-macam badan politik, baik suprastruktur politik (lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dan infrastruktur politik.
Menurut Gabriel A. Almond, sistem politik merupakan organisasi melalui mana masyarakat merumuskan dan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama mereka.
            Menurut A. Hooderwerf , bahwa sistem politik adalah seluruh pendirian, kelakuan dan kedudukan, sepanjang bertujuan untuk mempengaruhi isi, terjadinya dan dampak kebijaksanaan pemerintah.
            Menurut David Easton, sistem politik adalah keseluruhan interaksi yang mengakibatkan terjadinya pembagian yang diharuskan dari nilai-nilai bagi suatu masyarakat .
Menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng
Menurut Almond, Sistem Politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.
Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan –hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan, ataupun wewenang.
Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukan suatu proses yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang).











BAB III
PEMBAHASAN
A. Sejarah Sistem Politik Indonesia
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-sarana-tujuan dan pengambilan keputusan
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proses mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 6 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4. Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.
6. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.
Ada satu pendekatan lagi yang dibutuhkan dalam melihat proses politik yaitu pendekatan pembangunan, yang terdiri dari 2 hal:
a. Pembangunan politik masyarakat berupa mobilisasi, partisipasi atau pertengahan. Gaya agregasi kepentingan masyarakat ini bisa dilakukan secara tawaran pragmatik seperti yang digunakan di AS atau pengejaran nilai yang absolut seperti di Uni Soviet atau tradisionalistik.
b. Pembangunan politik pemerintah berupa stabilitas politik
B. Proses politik di Indonesia
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini:
Masa prakolonial
Masa kolonial (penjajahan)
Masa Demokrasi Liberal
Masa Demokrasi terpimpin
Masa Demokrasi Pancasila
Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek:
Penyaluran tuntutan
Pemeliharaan nilai
Kapabilitas
Integrasi vertikal
Integrasi horizontal
Gaya politik
Kepemimpinan
Partisipasi massa
Keterlibatan militer
Aparat negara
Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
Pemeliharaan nilai – disesuaikan dengan penguasa atau pemenang peperangan
Kapabilitas – SDA melimpah
Integrasi vertikal – atas bawah
Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
Gaya politik - kerajaan
Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
Partisipasi massa – sangat rendah
Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa kolonial (penjajahan)
ü    Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
ü    Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran HAM
ü    Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
ü    Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
ü    Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
ü    Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
ü    Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
ü    Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
ü    Keterlibatan militer – sangat besar
ü    Aparat negara – loyal kepada penjajah
ü    Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa Demokrasi Liberal
ü    Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadai
ü    Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
ü    Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
ü    Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
ü    Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
ü    Gaya politik - ideologis
ü    Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
ü    Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
ü    Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
ü    Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
ü    Stabilitas - instabilitas
4. Masa Demokrasi terpimpin
ü    Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
ü    Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
ü    Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
ü    Integrasi vertikal – atas bawah
ü    Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
ü    Gaya politik – ideolog, nasakom
ü    Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
ü    Partisipasi massa - dibatasi
ü    Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
ü    Aparat negara – loyal kepada negara
ü    Stabilitas - stabil
5. Masa Demokrasi Pancasila
ü    Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
ü    Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
ü    Kapabilitas – sistem terbuka
ü    Integrasi vertikal – atas bawah
ü    Integrasi horizontal - nampak
ü    Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
ü    Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
ü    Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
ü    Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
ü    Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
ü    Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
ü    Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
ü    Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
ü    Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
ü    Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
ü    Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
ü    Gaya politik - pragmatik
ü    Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
ü    Partisipasi massa - tinggi
ü    Keterlibatan militer - dibatasi
ü    Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
ü    Stabilitas - instabil
C. Macam-Macam Sistem Politik
1.Komunisme
Komunisme didentifikasikan dengan model pemerintahan satu partai yang memerintah dengan cara-cara diktator.
Contoh : RRC, dimana partai komunis memegang dan mendominasi pemerintahan dan DPR. Dalam hal ekonomi komunisme diibaratkan sebagai suatu masyarakat yang diorganisasikan berdasarkan prinsip-prinsip hak milik umum atas semua alat produksi, penghapusan total/pembatasan hak-hak perseorangan/pribadi, serta persamaan dalam distribusi barang dan jasa untuk keperluan hidup.
2. Fasisme
Fasisme Sebagai gerakan politik, muncul di Italia setelah Perang Dunia I dan menguasai negara itu tahun 1922 hingga 1943. Fasisme dikembangkan oleh Mussolini dan Nazisme Hitler. Gerakan ini merupakan perkembangan radikal dari teori negara yang telah dikembangkan dan mengatakan bahwa pengorbanan yang diberikan individu kepadanya merupakan ikatan substansi antara negara dan seluruh anggotanya. Pengorbanan tersebut dipandang sebagai wujud dari tugas dan kewajiban seseorang dalam negara. Fasisme menolak kembalinya liberalisme dengan segala macam institusi pendukungnya. Sebaliknya, fasisme mendekati nasionalisme. Negara menurut pandangan fasisme terlepas dan ada di atas semua perintah moral. Kebebasan individu dibatasi untuk memberikan perhatian sepenuhnya kepada negara.
 3. Politik Liberal
 Liberal berasal dari kata liberty yang artinya kebebasan. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan bertempat tinggal, kebebasan pribadi, kebebasan untuk menentang penindasan, dan sebagainya. Jadi, liberal adalah suatu sifat yang suka perubahan cepat, substansial, dan progresif berdasarkan kekuatan legal untuk mencapai tujuan. Dalam banyak hal liberalisme mendasarkan dari pada prinsip, bahwa setiap orang mempunyai hak-hak tertentu yang tidak dapat .dipindahkan dan tidak dapat dilanggar oleh kekuasaan mana pun. Hak-hak yang dimiliki oleh setiap individu telah dibawanya sejak lahir, sedangkan fungsi negara tidak lebih dari melindungi setiap individu dalam melaksanakan hak-hak tersebut. Negara sama sekali tidak dibenarkan untuk ikut campur dalam pelaksanaan hak tiap-tiap individu. Contoh negara yang menganut politik liberal ini adalah Amerika Serikat.


D. Fungsi Sistem Politik
Fungsi sistem politik tidak diartikan ” social function ”, tetapi lebih diarahkan ke pengertian ” the function of goverment”  ialah mengandung arti  fungsi pemerintahan, sehingga ada unsur pencapaian tujuan (Irish dan Protho dalam Sukarna, 1979).
Sebelum membahas fungsi sistem politik, terlebih dahulu perlu diketahui empat variabel sistem politik, yaitu:
a. Kekuasaan.
        Dalam sistem poltik kekuasaan bukanlah tujuan, kekuasaan merupakan cara untuk mencapai hal-hal yang diinginkan aktor politik.
b. Kepentingan.
        Kepentingan adalah tujuan yang dikejar oleh para pelaku politik.
c. Kebijaksanaan.
        Hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan. Kebijaksanaan dalam sistem politik biasanya diwujudkan sebagai peraturan perundang-undangan.
d. Budaya politik.
        Budaya politik merupakan orientasi subyektif dari individu terhadap sistem politik. Laboratorium Pancasila mengemukakan budaya politik merupakan sikap politik yang khas terhadap sistem politik dengan berbagai ragam bagiannya dan bagaimana sikap terhadap peranan warga negara dalam sistem itu.
Berdasarkan empat variabel sistem politik, maka fungsi sistem politik adalah sebagai berikut:
a. Kapabilitas.
     Kapabilitas suatu sistem politik adalah kemampuan sistem dalam menjalankan fungsinya dalam rangka keberadaannya dalam lingkungan yang lebih luas. Kantaprawira,(2006) mengemukakan bentuk kapabilitas suatu sistem politik berupa:
1. Kapabilitas Regulatif,
Kapabilitas regulatif suatu sistem politik merupakan penyelenggaraan pengawasan terhadap tingkah laku individu dan kelompok  yang ada di dalamnya; bagaimana penempatan kekuatan yang sah (pemerintah) untuk mengawasi tingkah laku manusia dan badan-badan lainnya yang berada di dalamnya, semuanya merupakan ukuran kapabilitas untuk mengatur atau mengendalikan.
2. Kapabilitas Ekstraktif,
SDA dan SDM sering merupakan pokok pertama bagi kemampuan suatu sistem politik. Berdasarkan sumber-sumber ini, sudah dapat diduga segala kemungkinan serta tujuan apa saja yang akan diwujudkan oleh sistem politik. Dari sudut ini, karena kapabilitas ekstraktif menyangkut soal sumber daya alam dan tenaga manusia, sistem politik demokrasi liberal, sistem politik demokrasi terpimpin, dan sistem politik demokrasi Pancasila tidak banyak berbeda. SDA dan SDM Indonesia boleh dikatakan belum diolah secara otpimal. Oleh karena masih bersifat potensial.
3. Kapabilitas Distributif
Kapabilitas ini berkaitan dengan sumber daya yang ada diolah, hasilnya kemudian didistribusikan kembali kepada masyarakat. Distribusi barang, jasa, kesempatan, status, dan bahkan juga kehormatan dapat diberi predikat sebagai prestasi riil sistem politik. Distribusi ini ditujukan kepada individu maupun semua kelompok masyarakat, seolah-olah sistem poltik itu pengelola dan merupakan pembagi segala kesempatan, keuntungan dan manfaat bagi masyarakat.
4. Kapabilitas Responsif
Sifat kemampuan responsif atau daya tanggap suatu sistem politik ditentukan oleh hubungan antara input dan output. Bagi para sarjana politik, telaahan tentang daya tanggap ini akan menghasilkan bahan-bahan untuk analisis deskriptif, analisa yang bersifat menerangkan, dan bahkan analisa yang bersifat meramalkan. Sistem politik harus selalu tanggap terhadap setiap tekanan yang timbul dari lingkungan intra-masyarakat dan ekstra-masyarakat berupa berbagai tuntuan.
5. Kapabilitas Simbolik.
Efektifitas mengalirnya simbol dari sistem politik terhadap lingkungan intra dan ekstra masyarakat menentukan tingkat kapabilitas simbolik. Faktor kharisma atau latar belakang sosial elit politik yang bersangkutan dapat menguntungkan bagi peningkatan kapabilitas simbolik. Misalnya Ir Soekarno Megawati,  dengan keidentikan seorang pemimpin dengan tipe “panutan” dalam mitos rakyat, misalnya terbukti dapat menstransfer kepercayaan rakyat itu menjadi kapabilitas benar-benar riil.
6. Kapabilitas Dalam Negeri dan Internasional
Suatu sistem politik berinteraksi dengan lingkungan domestik dan lingkungan internasional. Kapabilitas domestik suatu sistem politik sedikit banyak juga ada pengaruhnya terhadap kapabilitas internasional. Yang dimaksud dengan kapabilitas internasional ialah kemampuan yang memancar dari dalam ke luar. Misalnya kebijakan sistem politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Israel, juga akan mempengaruhi sikap politik negara-negara di timur tengah. Oleh karena itulah pengaruh tuntutan dan dukungan dari luar negeri terhadap masyarakat dan mesin politik resmi, maka diolahlah serangkaian respons untuk menghadapinya.
Politik luar negeri suatu negara banyak bergantung pada berprosesnya dua variabel, yaitu kapabilitas dalam negeri dan kapabilitas internasional.
b. Konversi.
Fungsi sistem politik konversi menggambarkan kegiatan pengolahan input menjadi output yang formulasinya meliputi:
1).    penyampaian tuntutan (interest artivculation)
2).    perangkuman tuntutan menjadi alternatif tindakan pembuatan aturan (interest aggregation)
3).    pelaksanaan peraturan (regulative implementation)
4).    menghakimi (jugdment)
5).    Komunikasi (communication)
c. Pemeliharaan dan Penyesuaian (Adaptation)
Fungsi sistem politik Pemeliharaan dan penyesuaian (adaptation) adalah menyangkut sosialiasasi dan rekrutmen yang bertujuan untuk memantapkan bangunan struktur politik dari sistem politik (Untari, 2006).
Di dalam sejarah perjalanan pemerintahan Indonesia sejak merdeka hingga sekarang, terdapat sistem politik berbeda-beda dari satu periode ke periode lainnya, seperti sistem politik dan struktur politik di masa demokrasi liberal, demokrasi terpimpin maupun demokrasi Pancasila.
Sukarna (1979:28-29) mengemukakan ada dua fungsi utama yang merupakan ciri esensial (yang perlu ada) dalam sistem politik, ialah:
1. Perumusan kepentingan rakyat (identification of interest in the population); dan
2. Pemilihan pemimpin atau pejabat pembuat keputusan (selection of leaders or official decision maker).
Wahyu, 2008 mengemukakan ada beberapa fungsi sistem politik meliputi :
1.Fungsi pembuatan aturan-aturan umum dan kebijaksanaan untuk mempertahankan ketertiban dan memenuhi tuntutan;
2.Fungsi output dari kegiatan pembuatan keputusan adalah pembuatan peraturan (rule making), pelaksanaan peraturan (rule aplication) dan penyelesaian konflik (rule ajudication fungction).
3.fungsi perumusan kepentingan rakyat (identification interest in the population), dan
4.fungsi pemilihan pemimpin atau pejabat pembuat keputusan (selection of leaders of official decision maker)
Di negara demokrasi yang penduduknya sudah maju pemilihan pemimpin atau pejabat pembuatan keputusan di negara itu melalui proses kompetisi atau persaingan yang berat, sehingga lebih berat  bila dibandingkan pada negara atau masyarakat feodal dan negara kediktatoran. Pemilihan pemimpin pada masyarakar feodal atau kediktatoran dilakukan dengan cara menjilat ke atasan. Siapa yang loyal, dekat dengan pemimpin yang lebih tinggi dengan mudah menjadi pemimpin atau pejabat..
Di Indonesia, proses pemilihan pemimpin berbeda dari masa ke masa kepemimpinan. Saat ini, seorang calon pemimpin disamping harus melalui tes and property, juga sarat lain, misal loyalitas dan tidak pernah berbuat kriminal.
Dengan demikian sistem politik di Indonesia adalah suatu sistem politik yang berlaku atau sebagaimana adanya di Indonesia, baik seluruh proses yang utuh maupun hanya sebagian saja; Sistem politik Indonesia dikatagorikan dan berfungsi sebagai mekanisme yang sesuai dengan dasar negara, ketentuan konstitusional maupun juga memperhitungkan lingkungan masyarakat secara riil (Kantaprawira, 2006)
Wahyu, 2008 mengemukakan ada 4 komponen dalam sistem politik, yaitu:
1. Kekuasaan.
        Kekuasaan sebagai suatu cara untuk mencapai hal yang diinginkan/tujuan bersama.

2. Kepentingan
        Kepentingan merupakan tujuan yang dikejar-kejar oleh pelaku atau kelompok politik
3. Kebijaksanaan
        Kebijaksanaan merupakan hasil interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk perundang-undangan.
4. Budaya politik.
        Budaya politik merupakan orientasi subyektif dari individu terhadap sistem politik.
E. Sifat Sistem Politik.
Pada umumnya sistim politik mempunyai sifat yang universal, yaitu:
a. Proses.
Proses adalah pola-pola yang dibuat oleh manusia dalam mengatur hubungan antara satu dengan yang lain misalnya dalam suatu negara ada lembaga-lembaga negara seperti parlemen, partai politik, birokrasi, badan peradilan, badan eksekutif dan lain-lain.
b.Struktur
Struktur mencakup lembaga-lembaga formal dan informal.
c. Fungsi.   
    Fungsi dalam sistem politik ada dua, yaitu fungsi input dan fungsi output. Fungsi input terdiri atas : sosialisasi politik, rekrutmen politik, artikulasi (menyatakan) kepentingan, agregasi (memadukan) kepentingan, dan komunikasi politik. Sedangkan fungsi output terdiri atas pembuatan peraturan, penerapan peraturan, dan ajudikasi (pengawasan).
F. Perbedaan Sistem Politik
Secara umum pada negara komunis hanya dikenal satu partai yaitu partai komunis yang berkuasa dinegara itu. Hak-hak individu atas kebebasan dibatasi, misalnya kaebebasan politik seperti menyatakan pendapat, dan diabaikannya hak-hak individu untuk kepentingan umum yang pada hakikatnya ditentukan serta dirumuskan oleh suatu elite yang kecil. Maka muncullah kesewenang-wenangan, kekerasan, kediktator, dan tirani. Negara-negara komunis yaitu seperti di Cina, Kuba, Vietnam, dan negara-neraga Eropa Timur.
Sebaliknya, sistem politik liberal mengutamakan kebebasan individu seluas-luasnya. Falsafah individualisme ini mendasari paham liberal,mementingkan hak-hak individu, dan kurang memperhatikan kepentingan umum. Dalam kehidupan berbangasa dan bernegara terdapat beberapa partai politik dalam negara. Partai politik yang memang dalam pemilihan umum memegang kekuasaan pemerintahan dan partai yang kalah menjadi oposisi. Negara-negara liberal yaitu seperti di Amerika Serikat dan Inggris.
Sedangkan di Indonesia diterapkan sistem politik yang berbeda dengan kedua sistem tersebut diatas. Sistem politik yang diterapkan di Indonesia menerapkan keseimbangan antara kepentingan individi dengan kepentingan umum. Hak-hak individu diakui dalam batas-batas tertentu yaitu hak orang lain dan kepentingan umum.
           











BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Sistem politik ialah kumpulan pendapat-pendapat, prinsip-prinsip dan lain-lain yang membentuk suatu kesatuan yang berhubung-hubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur hubungan antara individu atau kelompok individu  satu sama lain dengan negara dan hubungan  negara dengan negara.
B. Saran-Saran
    Diakhir ucapan dan ungkapan saya sebagai insan yang tak lepas dari salah dan dosa, saya tidak henti-hentinya untuk selalu memohon pertolongan serta Rahmat Allah SWT, Semoga tulisan ini akan menjadikan sebuah inspirasi serta motivasi bagi para siswa dan siswi khususnya dalam menimba ilmu serta mengamalkannya.
Demikianlah hanya ini yang bisa saya sampaikan, saya berhadap saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan tulisan ini. Atas segala saran dan kritik yang diberikan kami mengucapkan terima kasih