Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia
\Sejarah Pemerintahan Daerah di Republik Indonesia tidaklah berusia pendek. Lebih dari setengah abad lembaga pemerintah lokal ini telah mengisi perjalanan bangsa. Dari waktu ke waktu pemerintahan daerah telah mengalami perubahan bentuknya. Setidaknya ada tujuh tahapan hingga bentuk pemerintahan daerah seperti sekarang ini (2009). Pembagian tahapan ini didasarkan pada masa berlakunya Undang-Undang yang mengatur pemerintahan lokal secara umum. Tiap-tiap periode pemerintahan daerah memiliki bentuk dan susunan yang berbeda-beda berdasarkan aturan umum yang ditetapkan melalui Undang-Undang. Patut juga dicatat bahwa konstitusi yang digunakan juga turut memengaruhi corak dari Undang-Undang yang mengatur pemerintahan daerah. Dalam artikel ini tidak semua hal yang ada pada pemerintahan daerah dikemukakan. Dalam artikel ini hanya akan dibahas mengenai susunan daerah otonom dan pemegang kekuasaan pemerintahan daerah di bidang legislatif dan eksekutif serta beberapa kejadian yang khas untuk masing-masing periode pemerintahan daerah.
Daftar isi |
Periode I (1945-1948)
Pada periode ini belum terdapat sebuah UU yang mengatur Pemerintahan Daerah secara khusus. Aturan yang digunakan adalah aturan yang ditetapkan oleh PPKI. Selain itu digunakan pula aturan UU No 1 Tahun 1945 yang mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari oleh Komite Nasional Daerah. PPKI dalam rapatnya pada 19 Agustus 1945 menetapkan pembagian daerah dan pelaksanaan pemerintahan secara umum dengan melanjutkan pelaksanaan yang sudah ada. PPKI hanya menetapkan adanya Komite Nasional di Daerah untuk membantu pekerjaan kepala daerah seperti yang dilakukan di pusat dengan adanya KNI Pusat. Oleh PPKI, secara umum, wilayah Indonesia dibagi menjadi provinsi-provinsi. Tiap-tiap provinsi dibagi lagi menjadi karesidenan-karesidenan. Masing-masing provinsi dikepalai oleh Gubernur. Sedangkan karesidenan dikepalai oleh Residen. Gubernur dan Residen dalam melaksanakan pemerintahan dibantu oleh Komite Nasional Daerah. Selebihnya susunan dan bentuk pemerintahan daerah dilanjutkan menurut kondisi yang sudah ada. Dengan demikian provinsi dan karesidenan hanya sebagai daerah administratif dan belum mendapat otonomi.Tingkatan wilayah | Nomenklatur yang digunakan |
---|---|
Tingkatan Atas | Provinsi |
Tingkatan Bawah | Karesidenan |
Tingkatan selengkapnya yang ada pada masa itu adalah:
- Provinsi (warisan Hindia Belanda, tidak digunakan oleh Jepang)
- Karesidenan (disebut Syu oleh Jepang)
- Kabupaten/Kota (disebut Ken/Syi/Tokubetsu Syi oleh Jepang, pada saat Hindia Belanda disebut Regentschap/Gemeente/Stadsgemeente)
- Kawedanan (disebut Gun oleh Jepang)
- Kecamatan (disebut Son oleh Jepang)
- Desa (disebut Ku oleh Jepang)
Mengingat situasi dan kondisi pada masa itu tidak semua daerah dapat membentuk dan melaksanakan pemerintahan daerah. Daerah-daerah Maluku (termasuk didalamnya Papua), Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan bahkan harus dihapuskan dari wilayah Indonesia sesuai isi Perjanjian Linggajati. Begitu pula dengan daerah-daerah Sumatera Timur, Riau, Bangka, Belitung, Sumatera Selatan bagian timur, Jawa Barat, Jawa Tengah bagian barat, Jawa Timur bagian timur, dan Madura juga harus dilepaskan dengan Perjanjian Renville.
Periode II (1948-1957)
Pada periode ini berlaku Undang-Undang Pokok No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini adalah UU pertama kalinya yang mengatur susunan dan kedudukan pemerintahan daerah di Indonesia. Secara umum Indonesia memiliki dua jenis daerah berotonomi yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom khusus yang disebut dengan daerah istimewa. Daerah otonom khusus yang diberi nomenklatur "Daerah Istimewa" adalah daerah kerajaan/kesultanan dengan kedudukan zelfbesturende landschappen/kooti/daerah swapraja yang telah ada sebelum Indonesia merdeka dan masih dikuasai oleh dinasti pemerintahannya. Masing-masing daerah berotonomi tersebut memiliki tiga tingkatan dan nomenklatur yang berbeda-beda yaitu:Tingkatan Daerah Otonom | Nomenklatur Daerah Otonom Biasa | Nomenklatur Daerah Otonom Khusus |
---|---|---|
Tingkat I | Provinsi | Daerah Istimewa Setingkat Provinsi |
Tingkat II | Kabupaten/Kota Besar | Daerah Istimewa Setingkat Kabupaten |
Tingkat III | Desa, Negeri, Marga, atau nama lain/Kota Kecil | Daerah Istimewa Setingkat Desa |
DPRD mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Anggota DPRD dipilih dalam sebuah pemilihan yang diatur oleh UU pembentukan daerah. Masa jabatan Anggota DPRD adalah lima tahun. Jumlah anggota DPRD juga diatur dalam UU pembentukan daerah yang bersangkutan. Ketua dan Wakil Ketua DPRD dipilih oleh dan dari anggota DPRD yang bersangkutan.
DPD menjalankan pemerintahan sehari-hari. AnggotaDPD secara bersama-sama atau masing-masing bertanggung jawab terhadap DPRD dan diwajibkan memberi keterangan-keterangan yang diminta oleh DPRD. DPD dipilih oleh dan dari DPRD dengan memperhatikan perimbangan komposisi kekuatan politik dalam DPRD. Masa jabatan anggota DPD sama seperti masa jabatan DPRD yang bersangkutan. Jumlah anggota DPD ditetapkan dalam UU pembentukan daerah yang bersangkutan.
Kepala Daerah menjadi ketua dan anggota DPD. Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan dengan ketentuan umum:
- Kepala Daerah Provinsi diangkat oleh Presiden dari calon yang diajukan oleh DPRD Provinsi.
- Kepala Daerah Kabupaten/Kota Besar diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari calon yang diajukan oleh DPRD Kabupaten/Kota Besar.
- Kepala Daerah Desa, Negeri, Marga atau nama lain/Kota Kecil diangkat oleh Kepala Daerah Provinsi dari calon yang diajukan oleh DPRD Desa, Negeri, Marga atau nama lain/Kota Kecil.
- Kepala Daerah dapat diberhentikan oleh pejabat yang mengangkat atas usul DPRD yang bersangkutan.
- Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu di zaman sebelum Republik Indonesia dengan syarat tertentu. Untuk daerah istimewa dapat diangkat seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa oleh Presiden dengan syarat yang sama dengan Kepala Daerah Istimewa. Wakil Kepala Daerah Istimewa adalah anggota DPD.
- A. Wilayah Sumatera meliputi: Aceh, Sumatera Utara bagian barat, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan bagian utara dan barat, Bengkulu, dan Lampung.
- B. Wilayah Jawa meliputi: Banten, Jawa Tengah bagian timur, Yogyakarta, dan Jawa Timur bagian barat (daerah Mataraman)
Periode III (1957-1965)
Pada periode ini berlaku UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang disebut juga Undang-undang tentang pokok-pokok pemerintahan 1956. UU ini menggantikan UU RI No. 22 Tahun 1948 dan UU NIT No. 44 Tahun 1950. Secara umum Indonesia memiliki dua jenis daerah berotonomi yaitu daerah otonom biasa yang disebut daerah swatantra dan daerah otonom khusus yang disebut dengan daerah istimewa. Masing-masing daerah berotonomi tersebut memiliki tiga tingkatan dan nomenklatur yang berbeda-beda yaitu:Tingkatan | Nomenklatur Daerah Otonom Biasa | Nomenklatur Daerah Otonom Khusus |
---|---|---|
Tingkat I | Daerah Swatantra Tingkat ke I/Kotapraja Jakarta Raya | Daerah Istimewa Tingkat ke I |
Tingkat II | Daerah Swatantra Tingkat ke II/Kotapraja | Daerah Istimewa Tingkat ke II |
Tingkat III | Daerah Swatantra Tingkat ke III | Daerah Istimewa Tingkat ke III |
Selain dua macam daerah berotonomi tersebut terdapat pula Daerah Swapraja. Daerah ini merupakan kelanjutan dari sistem pemerintahan daerah zaman Hindia Belanda dan Republik II (Pemerintahan Negara Federal RIS). Menurut perkembangan keadaan Daerah Swapraja dapat dialihkan statusnya menjadi Daerah Istimewa atau Daerah Swatantra.
Undang-Undang menentukan bahwa pemerintahan lokal menggunakan nomenklatur "Pemerintah Daerah". Pemerintahan lokal terdiri dari:
DPRD mengatur dan mengurus segala urusan rumah tangga daerahnya kecuali ditentukan lain dengan UU. Pemilihan dan penggantian anggota DPRD diatur dengan Undang-Undang tersendiri. Masa jabatan anggota DPRD adalah empat tahun. Masa jabatan anggota pengganti antar waktu hanya untuk sisa masa empat tahun tersebut. Jumlah anggota DPRD ditetapkan dalam UU pembentukan, dengan dasar perhitungan jumlah penduduk tertentu. Ketua dan Wakil Ketua DPRD dipilih oleh dan dari anggota DPRD.
Pimpinan sehari-hari Pemerintahan Daerah dijalankan oleh DPD. DPD menjalankan keputusan-keputusan DPRD. Anggota DPD dalam menjalankan tugasnya secara bersama-sama bertanggung jawab kepada DPRD dan wajib memberi keterangan-keterangan yang diminta oleh DPRD. DPD dipilih oleh dan dari DPRD dengan memperhatikan perimbangan komposisi kekuatan politik dalam DPRD. Masa jabatan anggota DPD sama seperti masa jabatan DPRD yang bersangkutan. Anggota DPD antar waktu yang dipilih memiliki masa jabatan hanya untuk sisa masa jabatan DPD yang ada. Jumlah anggota DPD ditetapkan dalam peraturan pembentukan daerah yang bersangkutan. Kepala Daerah karena jabatannya menjadi ketua dan anggota DPD. Wakil Ketua DPD dipilih oleh dan dari, anggota DPD bersangkutan.
Kepala Daerah dipilih, diangkat, dan diberhentikan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang tersendiri. Untuk sementara waktu Kepala Daerah dipilih oleh DPRD dengan syarat-syarat tertentu dan disahkan oleh Presiden untuk Kepala Daerah dari tingkat ke I atau Menteri Dalam Negeri atau penguasa yang ditunjuk olehnya untuk Kepala Daerah dari tingkat ke II dan ke III. Kepala Daerah dipilih untuk satu masa jabatan DPRD atau bagi mereka yang dipilih antar waktu guna mengisi lowongan Kepala Daerah, untuk sisa masa jabatan tersebut.
Kepala Daerah Istimewa diangkat dari calon yang diajukan oleh DPRD dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu di zaman sebelum Republik dengan memperhatikan syarat tertentu dan diangkat serta diberhentikan oleh Presiden bagi Daerah Istimewa tingkat I atau Menteri Dalam Negeri atau penguasa yang ditunjuk olehnya bagi Daerah Istimewa tingkat II dan III. Untuk Daerah Istimewa dapat diangkat Wakil Kepala Daerah Istimewa dengan tata cara seperti Kepala Daerah Istimewa. Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa karena jabatannya adalah berturut-turut menjadi Ketua serta anggota dan Wakil Ketua serta anggota dari Dewan Pemerintah Daerah.
UU No. 1 Tahun 1957 disusun berdasarkan aturan Konstitusi Republik III[4] pasal 131, 132, dan 133 [5]. Namun dalam perjalanan waktu, peraturan tersebut mengalami perubahan pada 1959 dan 1960 karena menyesuaikan dengan sistem ketata negaraan Republik IV[6]. Penyesuaian pada tahun 1959 dilaksanakan dengan Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959. Menurut peraturan itu pemerintahan daerah terdiri dari:
- Eksekutif
-
- Kepala Daerah dengan dibantu Badan Pemerintah Harian (BPH)
- Legislatif
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kepala Daerah Istimewa diangkat dari keturunan keluarga yang berkuasa menjalankan pemerintahan di daerah di zaman sebelum Republik Indonesia dengan syarat tertentu dan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Untuk Daerah Istimewa dapat diangkat Wakil Kepala Daerah Istimewa dengan tata cara yang sama dengan Kepala Daerah Istimewa.
BPH terdiri dari 3 sampai 5 anggota kecuali yang berasal dari anggota DPD sebelumnya. Anggota BPH diangkat dan diberhentikan menurut aturan yang ditetapkan Mendagri dan Otda.
Penyesuaian pada tahun 1960 dilaksanakan dengan Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960. Peraturan ini mengatur tentang DPRD Gotong Royong (DPRD-GR) dan Sekretariat Daerah. Dalam aturan ini pula ditetapkan bahwa Kepala Daerah karena jabatannya adalah Ketua DPRD-GR. Masa jabatan Kepala Daerah dan BPH disesuaikan dengan masa jabatan DPRD-GR.
Periode IV (1965-1974)
Pada periode ini berlaku UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. UU ini menggantikan UU No. 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959; Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960; Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 jo Penetapan Presiden No. 7 tahun 1965. Menurut UU ini secara umum Indonesia hanya mengenal satu jenis daerah otonomi. Daerah otonomi tersebut dibagi menjadi tiga tingkatan daerah.Tingkatan | Nomenklatur Daerah Otonom |
---|---|
Tingkat I | Provinsi/Kotaraya |
Tingkat II | Kabupaten/Kotamadya |
Tingkat III | Kecamatan/Kotapraja |
Undang-Undang menentukan bahwa pemerintahan lokal menggunakan nomenklatur "Pemerintah Daerah". Pemerintah Daerah berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah-tangga daerahnya. Pemerintahan lokal terdiri dari:
Masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta Anggota BPH adalah 5 tahun. Kepala Daerah adalah pegawai Negara. Kepala Daerah merupakan wakil pemerintah pusat sekaligus pejabat dalam pemerintahan daerah. Oleh karena itu Kepala Daerah harus melaksanakan politik pemerintah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri menurut hirarki yang ada. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta Anggota BPH diangkat dan diberhentikan oleh:
-
- a. Presiden bagi Daerah tingkat I,
- b. Menteri Dalam Negeri dengan persetujuan Presiden bagi Daerah tingkat II, dan
- c. Kepala Daerah tingkat I dengan persetujuan Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat III yang ada dalam Daerah tingkat I.
-
- a. bagi Daerah tingkat I sekurang-kurangnya 7 orang.
- b. bagi Daerah tingkat II sekurang-kurangnya 5 orang.
- c. bagi Daerah tingkat III sekurang-kurangnya 3 orang.
UU No. 18 Tahun 1965 disusun berdasar pasal 18 Konstitusi Republik IV[7]. Namun berbeda dengan UU No. 22 Tahun 1948, UU ini secara tegas tidak lagi mengakomodasi daerah-daerah dengan otonomi khusus dan secara sistematis berusaha menghapuskan daerah otonomi khusus tersebut sebagaimana yang tercantum dalam pasal 88[8]. Hal tersebut juga diterangkan dengan lebih gamblang dalam penjelasan UU No. 18 Tahun 1965 pasal 1-2 serta pasal 88. Akan tetapi, badai politik tahun 1965, yang terjadi hanya 29 hari setelah UU No. 18 Tahun 1965 disahkan, menyebabkan UU pemerintahan daerah ini tidak dapat diberlakukan secara mulus. Perubahan konstelasi politik yang terjadi sepanjang akhir 1965 sampai dengan tahun 1968 mengakibatkan UU Pemerintahan Daerah dan UU Desapraja tidak dapat diberlakukan[9].
Periode V (1974-1999)
Pada periode ini berlaku UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. UU ini menggantikan UU No. 18 Tahun 1965 yang dinyatakan tidak dapat diterapkan. Menurut UU ini secara umum Indonesia dibagi menjadi satu macam Daerah Otonom sebagai pelaksanaan asas desentralisasi dan Wilayah Administratif sebagai pelaksanaan asas dekonsentrasi.Tingkatan | Nomenklatur Daerah Otonom |
---|---|
Tingkat I | Daerah Tingkat I (Dati I)/Daerah Khusus Ibukota/Daerah Istimewa[10] |
Tingkat II | Daerah Tingkat II (Dati II) |
Tingkatan | Nomenklatur Wilayah Administratif |
---|---|
Tingkat I | Provinsi/Ibukota Negara |
Tingkat II | Kabupaten/Kotamadya |
Tingkat IIa | Kota Administratif[11] |
Tingkat III | Kecamatan |
- Untuk Wilayah Administratif Provinsi dan Daerah Otonom Tingkat I disebut Provinsi Daerah Tingkat I. Sebagai contoh adalah Provinsi Daerah Tingkat I Riau.
- Untuk Wilayah Administratif Ibukota Negara dan Daerah Otonomi Khusus Ibukota Jakarta disebut Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
- Untuk Wilayah Administratif Provinsi dan Daerah Otonomi Istimewa disebut Provinsi Daerah Istimewa. Untuk Aceh disebut Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Untuk Yogyakarta disebut Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Untuk Wilayah Administratif Kabupaten dan Daerah Otonom Tingkat II disebut Kabupaten Daerah Tingkat II. Sebagai contoh adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar.
- Untuk Wilayah Administratif Kotamadya dan Daerah Otonom Tingkat II disebut Kotamadya Daerah Tingkat II. Sebagai contoh adalah Kotamadya Daerah Tingkat II Pakanbaru.
Daerah berhak, berwenang, dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Titik berat Otonomi Daerah diletakkan pada Daerah Tingkat II. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah dibentuk Sekretariat Daerah dan Dinas-dinas Daerah.
Susunan, keanggotaan, dan pimpinan DPRD, begitu juga sumpah/janji, masa keanggotaan, dan larangan rangkapan jabatan bagi anggota-anggotanya diatur dengan UU tersendiri.
Kepala Daerah adalah Pejabat Negara. Kepala Daerah diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali, untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Kepala Daerah Tingkat I dicalonkan dan dipilih oleh DPRD Tingkat I dengan persetujuan Menteri Dalam Negeri dan selanjutnya diangkat oleh Presiden. Kepala Daerah Tingkat II dicalonkan dan dipilih oleh DPRD Tingkat II dengan persetujuan Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan selanjutnya diangkat oleh Menteri Dalam Negeri.
Wakil Kepala Daerah adalah Pejabat Negara. Wakil Kepala Daerah Tingkat I diangkat oleh Presiden dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan. Wakil Kepala Daerah Tingkat II diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan. Apabila dipandang perlu, Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Pembantu Gubernur, Pembantu Bupati atau Pembantu Walikotamadya yang mempunyai wilayah kerja tertentu dalam rangka dekonsentrasi.
Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah Kepala Wilayah Provinsi atau Ibukota Negara. Wakil Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah Wakil Kepala Wilayah Provinsi atau Ibukota Negara dan disebut Wakil Gubernur. Kepala Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya. Wakil Kepala Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah Wakil Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya, dan disebut Wakil Bupati atau Wakil Walikotamadya.
Sebutan Kepala Wilayah dan Kepala Daerah disatukan.
- Untuk Kepala Wilayah Provinsi/Kepala Daerah Tingkat I disebut Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Sebagai contoh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah.
- Untuk Kepala Wilayah Ibukota Negara/Daerah Khusus Ibukota Jakarta disebut Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
- Untuk Kepala Wilayah Provinsi/Daerah Istimewa disebut Gubernur Kepala Daerah Istimewa. Untuk DI Aceh disebut Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh. Untuk DI Yogyakarta disebut Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Untuk Kepala Wilayah Kabupaten/Daerah Tingkat II disebut Bupati Kepala Daerah Tingkat II. Sebagai contoh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Barito Selatan.
- Untuk Kepala Wilayah Kotamadya/Daerah Tingkat II disebut Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Sebagai contoh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Palangkaraya.
Dalam UU No. 5 Tahun 1979 juga diatur mengenai Kelurahan. Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Pemerintah Kelurahan terdiri atas Kepala Kelurahan dan Perangkat Kelurahan yang meliputi Sekretaris Kelurahan, Kepala-kepala Lingkungan, dan Kepala-kepala Urusan.
UU No. 5 Tahun 1974 disusun berdasarkan pasal 18 Konstitusi Republik IV dan dikembangkan lebih jauh dengan mengadopsi "ide-ide" yang ada dalam penjelasan Konstitusi[12]. UU ini cukup lama bertahan yaitu selama 25 tahun. Dalam perjalanannya Indonesia mengalami penambahan wilayah baru yang berasal dari koloni Portugis[13] pada 1976 dan dibentuk sebagai sebuah provinsi yaitu Provinsi Daerah Tingkat I Timor Timur dengan UU No 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor-Timur ke Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Timor-Timur. Pada tahun 1990 Kota Jakarta mendapat status Daerah Khusus dengan tingkatan daerah otonom Daerah Tingkat I melalui UU No. 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta[14]. Selain itu tidak banyak yang menonjol dari pemerintahan daerah.
Periode VI (1999-2004)
Pada periode ini berlaku UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini menggantikan UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No. 5 Tahun 1979. Menurut UU ini Indonesia dibagi menjadi satu macam daerah otonom dengan mengakui kekhususan yang ada pada tiga daerah yaitu Aceh, Jakarta, dan Yogyakarta[15] dan satu tingkat wilayah administratif.Tiga jenis daerah otonom adalah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota. Ketiga jenis daerah tersebut berkedudukan setara dalam artian tidak ada hirarki daerah otonom. Daerah Provinsi berkedudukan juga sebagai wilayah administratif.
Undang-Undang menentukan bahwa pemerintahan lokal menggunakan nomenklatur "Pemerintahan Daerah". Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi. Daerah Otonom (disebut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota) adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan lokal terdiri dari:
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan. Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk untuk bertindak atas nama Presiden.
Kepala Daerah Provinsi disebut Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil Pemerintah. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD Provinsi. Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati. Kepala Daerah Kota disebut Walikota. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan selaku Kepala Daerah, Bupati/Walikota bertanggungiawab kepada DPRD Kabupaten/Kota.
Peraturan mengenai Desa dipisahkan dalam bab yang berbeda dari peraturan mengenai daerah otonom provinsi/kabupaten/kota. Ini dikarenakan Desa atau yang disebut dengan nama lain (Nagari,Kampung, Huta, Bori, Marga dan lain sebagainya) memiliki susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa. Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan perangkat Desa. Kepala Desa dipilih langsung oleh Penduduk Desa. Masa jabatan Kepala Desa paling lama sepuluh tahun atau dua kali masa jabatan terhitung sejak tanggal ditetapkan. Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan. Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh anggota. Di Desa dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
UU ini disusun berdasarkan Konstitusi Republik IV pasal 18 dan dikembangkan dengan mengadopsi beberapa ide dalam penjelasan konstitusi pasal 18 khususnya bagian II[16]. UU ini cukup istimewa karena diberlakukan dalam masa Republik IV, Republik V[17], dan Republik VI[18]. Dalam perjalanannya Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diatur dengan UU No. 34 Tahun 1999[19]. Provinsi Aceh juga ditegaskan keistimewaannya dengan UU No. 44 Tahun 1999[20] dan diberi otonomi khusus dengan UU No. 18 Tahun 2001[21] serta perubahan nomenklatur menjadi Aceh. Selain itu Provinsi Irian Jaya juga diberi otonomi khusus dengan UU No. 21 Tahun 2001[22] serta perubahan nomenklatur menjadi Provinsi Papua[23]. Selain pemberian penegasan dan pemberian status khusus, beberapa provinsi lainnya mengalami pemekaran menjadi provinsi baru. Provinsi Timor-Timur juga memperoleh kemerdekaan penuh pada 2002 dengan nama Timor Leste/Timor Lorosae dari Pemerintahan Transisi PBB. Kemerdekaan tersebut berdasarkan hasil referendum atas status koloni Portugis pada 1999 setelah sekitar 23 tahun bergabung dengan Indonesia.
Periode VII (mulai 2004)
Pada periode ini berlaku UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini menggantikan UU No. 22 Tahun 1999. Menurut UU ini Indonesia dibagi menjadi satu jenis daerah otonom dengan perincian Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Selain itu Negara mengakui kekhususan dan/atau keistimewaan yang ada pada empat daerah yaitu Aceh, Jakarta, Papua, dan Yogyakarta. Negara juga mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat (Desa atau nama lain) beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan.Tingkatan | Nomenklatur Daerah Otonom |
---|---|
Tingkat I | Provinsi |
Tingkat II | Kabupaten/Kota |
-
- Legislatif
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Eksekutif
- Pemerintah Daerah, yang terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat Daerah.
Pemerintahan daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota. Untuk Kabupaten/Kota di lingkungan Provinsi Aceh disebut Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPR Kabupaten/Kota). Khusus Kabupaten/Kota di lingkungan Provinsi Aceh terdapat Majelis Permusyawaratan Ulama Kabupaten/Kota (MPU) yang menjadi mitra DPR Kabupaten/Kota dan Pemda Kabupaten/Kota di dalam lingkungan Provinsi Aceh[25].
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur secara khusus berlaku ketentuan Undang-Undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Khusus untuk DPR Aceh, DPR Papua, dan DPRD Provinsi DKI Jakarta dapat memiliki anggota sebanyak 125% dari jumlah yang ditentukan dalam UU yang mengatur mengenai DPRD[26].
Kepala daerah untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut Bupati, dan untuk kota disebut Walikota. Wakil kepala daerah untuk provinsi disebut Wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut Wakil Bupati dan untuk kota disebut Wakil Walikota. Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Perangkat daerah provinsi secara umum terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota secara umum terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.
Desa atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara. Termasuk dalam pengertian ini adalah Nagari di Sumatera Barat, Gampong di provinsi Aceh, Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua, Negeri di Maluku. Secara bertahap, Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan.
Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa[27]. Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa. Kepala Desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa yang syarat dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda. Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya[28]. Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota badan permusyawaratan desa adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Masa jabatan anggota badan permusyawaratan desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
UU No. 32 Tahun 2004 disusun berdasarkan Konstitusi Republik VI pasal 18, 18A, dan 18B [29]. Dalam perjalanannya UU ini telah diubah sebanyak dua kali dengan Perppu No. 3 Tahun 2005 (ditetapkan menjadi UU No. 8 Tahun 2005) dan dengan UU No. 12 Tahun 2008. Selanjutnya daerah Aceh dan Jakarta kembali diatur dengan UU tersendiri. Aceh diatur secara penuh dengan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh[30]. Sedangkan Jakarta diatur kembali dengan UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia[31]. Provinsi Papua tetap diatur dengan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua[32]. Provinsi Papua Barat sebagai pemekaran dari Provinsi Papua juga mendapatkan otonomi khusus sebagaimana provinsi induknya dengan Perppu No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (ditetapkan menjadi UU No. 35 Tahun 2008)[33].
Appendix
Appendix I: Zaman Hindia Belanda
Menurut Regeering Reglement (RR) 1854, Nederlandse Indie diperintah oleh Gubernur Jenderal atas nama Raja/Ratu Nederland secara sentralistis. Daerah Nederlandse Indie dibagi dalam dua kategori besar yaitu daerah Indirect Gebied dan Direct Gebied.Daerah Indirect Gebied adalah daerah yang diperintah secara tidak langsung oleh penguasa Batavia. Daerah ini biasanya berbentuk kerajaan atau kesultanan yang terikat dengan perjanjian politik baik jangka panjang maupun jangka pendek. Perjanjian ini dilakukan oleh raja/sultan dari kerajaan/kesultanan lokal dengan Residen/Gubernur sebagai wakil Gubernur Jenderal atas nama Raja/Ratu Belanda. Dengan perjanjian tersebut kerajaan/kesultanan memiliki status "negara semi merdeka" dalam lingkungan Kerajaan Belanda. Daerah-daerah tersebut diperintah sendiri oleh penguasa pribumi dan memiliki struktur pemerintahan lokal sendiri. Pemerintah Hindia Belanda hanya menempatkan para pengawas dengan pangkat Asisten Residen, Residen, atau Gubernur sesuai dengan tingkatan daerah yang didasarkan pada kepentingan pemerintah Hindia Belanda. Dari sinilah kemudian muncul kedudukan khusus suatu daerah yang dikenal dengan nomenklatur Zelfbesturende Lanschappen (Daerah Swapraja [ berpemerintahan sendiri ] atau otonom).
Daerah Direct Gebeid adalah yang diperintah secara langsung oleh Batavia secara hirarkis. Pemerintahannya bersifat administratif atau sering disebut "pemerintahan pangreh praja". Pemerintahan ini pun dibedakan antara pemerintahan di wilayah Jawa dan Madura dengan Luar Jawa dan Madura.
Di daerah Jawa dan Madura, secara berurutan tingkatan pemerintahan dan kepala pemerintahannya (dalam tanda kurung), adalah : Provinsi (Gubernur), Karesidenan (Residen), Kabupaten (Asisten Residen dan Bupati lokal [regent] ) , Kawedanan (Wedana), Kecamatan (Asisten Wedana), Desa (Lurah/Kepala Desa).
Di daerah Luar Jawa dan Madura, secara berurutan tingkatan pemerintahan dan kepala pemerintahannya (dalam tanda kurung), adalah : Provinsi (Gubernur), Karesidenan (Residen), Afdeling (Asisten Residen), Onder Afdeling (Controleur), District/Kawedanan (Demang), Onderdistrict/Kecamatan (Asisten Demang), Desa/Marga/Kuria/Nagari/nama lain (Kepala Desa/nama lain).
Gubernur sampai Asisten Residen untuk Jawa dan Controleur untuk luar Jawa adalah berkebangsaan Belanda dan disebut Eurpese Bestuurambtenaren. Sedangkan Bupati sampai Lurah/Kepala Desa untuk Jawa dan Demang sampai kepala desa/nama lain untuk luar Jawa berkebangsaan pribumi dan disebut Inlandse Bestuurambtenaren.
Dengan adanya Decentralisatie Wet 1903 (Stbl 1903 No. 329) prinsip otonomi mulai diperkenalkan. Di beberapa daerah mulai dibentuk Locale Raad (semacam DPRD). Perkembangan selanjutnya muncul Wet Op de Bestuurshervormings 1922 (Stbl 1922 No. 216). Sebagai Badan Pemerintahan Harian di tingkat Provinsi terdapat College van Gedeputeerden yang dipimpin oleh Gubernur. Di tingkat Kabupaten terdapat College van Gecomitteerden yang dipimpin oleh Bupati (Regent). Sedang di kotapraja terdapat College van Burgermeester en Wethouders yang dipimpin oleh Walikota).
Appendix II: Zaman Pendudukan Militer Jepang
Pada masa pendudukan militer Jepang, To Indo dikuasai oleh tiga divisi besar tentara pendudukan yang berbeda. Wilayah Jawa dikuasai oleh Divisi XVI Angkatan Darat (Gunseikanbu Jawa) yang berpusat di Jakarta. Wilayah Sumatera dikuasai oleh Divisi XXV Angkatan Darat (Gunseikanbu Sumatera) yang berpusat di Bukittinggi. Sedangkan wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua dikuasai oleh Angkatan Laut (Minseibu/Kaigun) yang berpusat di Makassar.Khususnya Jawa, pemerintahan tertinggi berada di tangan Saikoo Sikikan (Gunsereikan). Nomenkaltur daerah diganti menurut bahasa Jepang. Beberapa tingkatan daerah dihapuskan. Begitu pula dengan Locale Raad-nya dibekukan/dibubarkan. Pada masa pendudukan Jepang tingkatan daerahnya menjadi:
Syuu (karesidenan) dipimpin oleh Syuutyookan, Si (kota)/Ken (kabupaten) dipimpin oleh Sityoo/Kentyoo, Gun (distrik) dipimpin oleh Guntyoo, Son (kecamatan) dipimpin oleh Sontyoo, dan Ku (desa) dipimpin oleh Kutyoo.
Daerah dengan kedudukan Zelfbesturende Lanschappen diganti nomenklaturnya menjadi Kooti. Daerah ini masih diperkenankan memiliki pemerintahan sendiri, namun dengan pengawasan yang sangat ketat dari pemerintahan militer dengan menempatkan pejabat Kooti-Zimukyoku-tyookan.
Pada akhir masa pendudukan, Jepang kembali menghidupkan Locale Raad dengan nomenklatur Syuu Sangi-kai bagi Syuu dan Tokubetsu Si Sangi-kai bagi Si.
Appendix III: Konsep BPUPKI-PPKI
Konsep pemikiran mengenai pemerintahan daerah di dalam Sidang BPUPKI berkembang secara dinamis. Beberapa ide yang muncul antara lain dari Muh. Yamin, Supomo, dan Hatta. Dari sidang-sidang dihasilkan beberapa hasil antara lain: Negara Indonesia akan berbentuk Republik[34], Wilayah Negara akan meliputi Hindia-Belanda ditambah Malaya, Borneo Utara, Papua (Inggris), Timor Portugis dan pulau sekelilingnya[35], Negara Indonesia akan berbentuk Kesatuan[36], [37]Negara Indonesia akan dibagi menjadi daerah besar dan daerah kecil, Di daerah besar dan kecil itu akan diadakan dewan permusyawaratan daerah, Zelfbestuur/Kooti akan berkedudukan sebagai daerah otonom khusus bukan lagi sebagai negara, Susunan asli pemerintahan zelfbestuurende landschappen dan volksgemeinschaften akan dihormati dan diperhatikan.Dalam sidang PPKI Supomo kembali menjelaskan susunan dan kedudukan daerah. Pemerintahan daerah akan disusun dalam Undang-Undang. Dalam pemerintahan daerah akan bersifat permusyawaratan dengan adanya Dewan Perwakilan Daerah. Zelfbestuurende Landschappen (Kooti, Sultanaat) akan berkedudukan sebagai daerah istimewa (daerah yang mempunyai sifat istimewa, mempunyai susunan asli) bukan sebagai negara karena hanya ada satu negara. Daerah istimewa itu akan menjadi bagian dari Staat Indonesia dan akan dihormati susunan asli pemerintahannya. Zelfstandige gemeenschappen atau Inheemsche Rechtsgemeenschappen seperti desa, nagari, marga dan sebagainya akan dihormati susunan aslinya. Suasana sidang pembahasan Pemerintahan Daerah di Indonesia berlangsung dengan hangat dan berkembang secara dinamis. Keputusan resmi PPKI dapat dilihat pada periode I di atas.
Appendix IV: RIS dan NIT
Konstitusi Republik II[38] mengatur hubungan antara Negara Federal dengan Negara Bagian[39] dan menyerahkan pengaturan pemerintahan daerah pada masing-masing negara bagian[40]. Hanya saja konstitusi memerintahkan bahwa daerah swapraja yang terdapat di dalam lingkungan negara bagian diatur dengan perjanjian politik (kontrak) antara negara bagian dengan daerah swapraja[41]. Namun sampai konstitusi Republik II berakhir masa berlakunya belum ada UU Federal yang mengatur mengenai daerah Swapraja.Sesuai dengan konstitusi Federal yang menyerahkan pengaturan pemerintahan daerah pada masing-masing negara bagian, maka Pemerintahan daerah di Negara Bagian Republik Indonesia (Yogyakarta) tetap diatur dengan UU No. 22 Tahun 1948[42]. Sedangkan Negara Bagian Negara Indonesia Timur diatur dengan UU NIT No. 44 Tahun 1950 yang mulai berlaku pada 15 Juni 1950. Dalam UU ini NIT dibagi dalam tiga tingkatan daerah otonomi.
Tingkatan Daerah Otonom | Nomenklatur Daerah Otonom |
---|---|
Tingkat I | Daerah |
Tingkat II | Daerah Bagian |
Tingkat III | Daerah Anak Bagian |
Isi UU NIT No. 44 Tahun 1950 sebagian besar mengadopsi isi UU RI-Yogyakarta No. 22 Tahun 1948. UU ini tetap berlaku pada masa Republik III di wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku sampai tahun 1957.
Catatan
- ^ bersifat kolegial/kolektif
- ^ Republik I adalah masa berlakunya konstitusi yang disahkan oleh PPKI yang kemudian dikenal dengan UUD 1945, tepatnya adalah 18 Agustus 1945 – 15 Agustus 1950
- ^ Pasal 18 Konstitusi Republik I berbunyi: "Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa."
- ^ Republik III adalah masa berlakunya konstitusi Negara Kesatuan yang lebih dikenal dengan nama UUD Sementara 1950, tepatnya adalah 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
- ^
-
- Konstitusi Republik III pasal 131, 132, dan 133 selengkapnya berbunyi
Pasal 131 -
- (1)Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (otonom), dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara.
- (2) Kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
- (3) Dengan undang-undang dapat diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas kepada daerah-daerah yang tidak termasuk dalam urusan rumah tangganya.
Pasal 132 -
- (1) Kedudukan daerah-daerah Swapraja diatur dengan undang-undang dengan ketentuan bahwa dalam bentuk susunan pemerintahannya harus diingat pula ketentuan dalam pasal 131, dasar-dasar permusyawaratan dan perwakilan dalam sistem pemerintahan negara.
- (2) Daerah-daerah Swapraja yang ada tidak dapat dihapuskan atau diperkecil bertentangan dengan kehendaknya, kecuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang yang menyatakan bahwa kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengecilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada Pemerintah.
- (3) Perselisihan-perselisihan hukum tentang peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat (1) dan tentang menjalankannya diadili oleh badan pengadilan yang dimaksud dalam pasal 108.
Pasal 133 -
- Sambil menunggu ketentuan-ketentuan sebagai dimaksud dalam pasal 132 maka peraturan-peraturan yang sudah ada tetap berlaku, dengan pengertian bahwa penjabat-pejabat daerah bagian dahulu yang tersebut dalam peraturan-peraturan itu diganti dengan penjabat-pejabat yang demikian pada Republik Indonesia.
-
- ^ Republik IV adalah masa diberlakukannya kembali konstitusi yang disahkan PPKI yang dikenal dengan UUD 1945, tepatnya adalah 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
- ^ Pasal 18 konstitusi Republik IV berbunyi: "Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa."
- ^ Pasal 88 ayat (2) sub a berbunyi: "Sifat istimewa sesuatu Daerah yang berdasarkan atas ketentuan mengingat kedudukan dan hak-hak asal-usul dalam pasal 18 Undang-undang Dasar yang masih diakui dan berlaku hingga sekarang atau sebutan Daerah Istimewa atas alasan lain, berlaku terus hingga dihapuskan". Pasal 88 ayat (3) paragraf pertama berbunyi: "Daerah-daerah Swapraja yang de facto dan/atau de jure sampai pada saat berlakunya Undang-undang ini masih ada dan wilayahnya telah menjadi wilayah atau bagian wilayah administratif dari sesuatu Daerah, dinyatakan hapus."
- ^ Pencabutan/penarikan/pernyataan tidak berlaku dilakukan dengan UU No. 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
- ^ nomenklatur Daerah Khusus Ibukota dan Daerah Istimewa muncul dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan untuk mengakomodasi kekhususan pemerintahan Ibukota Negara dan dua Daerah Istimewa yang tersisa. Dalam UU hanya ada nomenklatur Dati I
- ^ Tingkatan Kota Administratif dibentuk di wilayah administratif Kabupaten sesuai dengan perkembangan. Wilayah administratif Kota Administratif terdiri atas wilayah-wilayah administratif Kecamatan. Dalam UU tingkatan yang disebut hanya tingkat I, II, dan III
- ^ Pasal 18 konstitusi Republik IV berbunyi: "Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa". Penjelasan pasal 18 konstitusi berbunyi: "(I). Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. (II). Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landchappen dan volksgetneenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut".
- ^ Wilayah Indonesia yang asli hanya meliputi seluruh wilayah koloni Hindia Belanda
- ^ Dalam UU ini Provinsi DKI Jakarta, antara lain, menyelenggarakan pemerintahan yang bersifat khusus sebagai akibat langsung dari kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara. Pemerintahan khusus itu berupa Gubernur Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Presiden dengan mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari Menteri Dalam Negeri. Untuk itu pembiayaan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan yang bersifat khusus dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
- ^ Dalam pasal 118, UU ini secara eksplisit juga menyebutkan Provinsi Timor-Timur dapat diberi otonomi khusus yang diatur dengan UU tersendiri
- ^ teks lengkap silakan lihat di atas pada catatan kaki periode V
- ^ Republik V adalah masa perubahan secara mendasar terhadap konstitusi "UUD 1945" yang dilakukan secara bertahap sebanyak empat kali, tepatnya antara 19 Oktober 1999 – 10 Agustus 2002
- ^ Republik VI adalah masa berlakunya konstitusi "UUD 1945" yang telah diubah sebanyak empat kali, tepatnya mulai 10 Agustus 2002 sampai ada perubahan yang bersifat mendasar atau ada penetapan konstitusi baru
- ^ lengkapnya UU No. 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Dalam UU ini, antara lain, ditetapkan: Otonomi Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diletakkan pada lingkup Propinsi berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan; Wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dibagi dalam Kotamadya dan Kabupaten Administrasi; Pemerintah Kotamadya/kabupaten didampingi Dewan Kota/Kabupaten yang anggotanya dari tokoh masyarakat (Dewan bukan badan legislatif); Pemerintah Kelurahan didampingi Dewan Kelurahan yang anggotanya dari tokoh masyarakat (bukan sebagai badan legislatif); dan Nama-nama calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur yang telah ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dikonsultasikan dengan Presiden
- ^ lengkapnya UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Dalam UU ini ditentukan keistimewaan Aceh meliputi: a. penyelenggaraan kehidupan beragama; b. penyelenggaraan kehidupan adat; c. penyelenggaraan pendidikan; dan d. peran ulama dalam penetapan kebijakan Daerah.
- ^ lengkapnya UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Otonomi khusus Aceh antara lain meliputi: Hal-ihwal keuangan dan pengelolaan sumberdaya alam, Jumlah anggota DPRD Prov NAD, Lembaga Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe, Pemilihan gubernur NAD, bupati dan wali kota di lingkungan Prov NAD secara langsung oleh rakyat yang diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan, Pembentukan Mahkamah Syar’iyah dan nomenkaltur Perda yang disebut dengan Qanun
- ^ lengkapnya UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Otonomi khusus Papua antara lain meliputi: Adanya Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai representasi kultural orang asli Papua, Nomenklatur DPRD Provinsi menjadi DPR Papua, Jumlah Anggota DPR Papua, Gubernur adalah orang asli Papua, Adanya Perdasus, Hal-ihwal keuangan dan pengelolaan sumberdaya alam serta kelestarian lingkungan, Peradilan adat, dan Perlindungan hak adat yang meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat serta hak perorangan para warga masyarakat hukum adat
- ^ Sebenarnya pada tahun 1999 Provinsi Irian Jaya dijadikan tiga provinsi yaitu: (1) Provinsi Irian Jaya Timur dengan Ibukota Jayapura, (2) Provinsi Irian Jaya Tengah dengan kedudukan pemerintahan di Timika, dan (3) Irian Jaya Barat dengan kedudukan pemerintahan di Manokwari dan untuk sementara waktu beribukota di Sorong. Pembentukan provinsi-provinsi ini dilakukan dengan UU No. 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Namun karena ada hal tertentu pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat tertunda sampai tahun 2003 dan Provinsi Irian Jaya Tengah belum dibentuk secara definitif
- ^ Aceh sebenarnya diatur secara khusus melalui UU No. 11 Tahun 2006 dan Papua sebenarnya diatur secara khusus melalui UU No. 21 Tahun 2001; bukan di UU No. 32 Tahun 2004. Namun untuk memudahkan mengenali perbedaan antara Aceh dan Papua dengan daerah lain maka hal tersebut langsung diperbandingkan
- ^ Aceh sebenarnya diatur secara khusus melalui UU No. 11 Tahun 2006; bukan di UU No. 32 Tahun 2004. Namun untuk memudahkan mengenali perbedaan antara Aceh dengan daerah lain maka hal tersebut langsung diperbandingkan
- ^ Sebenarnya Aceh diatur secara khusus melalui UU No. 11 Tahun 2006, Papua diatur secara khusus melalui UU No. 21 Tahun 2001, dan Jakarta diatur secara khusus melalui UU No. 29 Tahun 2007; bukan di UU No. 32 Tahun 2004. Namun untuk memudahkan mengenali perbedaan antara Aceh, Papua, dan Jakarta dengan daerah lain maka hal tersebut langsung diperbandingkan
- ^ Dahulu menggunakan nomenklatur Badan Perwakilan Desa
- ^ Masa jabatan kepala desa ini dapat dikecualikan bagi kesatuan masyarakat hukum adat yang keberadaannya masih hidup dan diakui yang ditetapkan dengan Perda
- ^ Pasal 18, 18A, dan 18B konstitusi Republik VI selengkapnya berbunyi:
"Pasal 18
-
- (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
- (2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
- (3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
- (4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
- (5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
- (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
- (7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pasal 18A -
- (1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
- (2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B -
- (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
- (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang."
-
- ^ Isi UU ini sebagian besar merupakan implementasi dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Ibukota Finlandia. Isi keistimewaan dan otonomi khusus Aceh yang berasal dari UU sebelumnya mendapat penjabaran lebih lanjut dan perluasan serta tambahan materi berdasarkan MoU Indonesia-GAM. Sebagai contoh ialah mengenai penerapan syariat Islam yang meliputi aqidah, syar’iyah dan akhlak yang ketiganya dirinci menjadi ibadah, ahwal alsyakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha’ (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam.
- ^ Dalam UU ini antara lain ditetapkan otonomi pada tingkat provinsi, Gubernur harus mendapat suara lebih dari 50% untuk terpilih dalam satu putaran pemilihan, Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibukota Negara, Gubernur mempunyai hak protokoler mendampingi Presiden, Adanya Deputi Gubernur yang membantu Gubernur dalam kapasitasnya sebagai kepala Ibukota Negara, Pembagian wilayah Jakarta dalam Kota administrasi/kabupaten administrasi, Adanya Dewan Kota/Dewan Kabupaten pada tingkat kota/kabupaten serta Lembaga Musyawarah Kelurahan pada tingkat kelurahan sebagai lembaga musyawarah untuk mengakomodasi peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dan peningkatan pelayanan masyarakat
- ^ Majelis Rakyat Papua baru dibentuk pada tahun 2004 atau 2005
- ^ Isi otonomi silakan lihat catatan kaki pada periode VI Otsus Papua
- ^ Keputusan ini diambil dengan voting: 55 suara republik, 6 suara kerajaan, 2 suara lain-lain (imamat [teokrasi]), dan 1 suara abstain; jumlah 66 suara
- ^ Keputusan ini diambil dengan voting: 39 suara bekas Hindia Belanda ditambah Malaya, Borneo Utara, Papua (Inggris), Timor Portugis dan pulau sekelilingnya, 19 suara bekas Hindia Belanda tanpa tambahan, 6 suara bekas Hindia Belanda ditambah Malaya dikurangi Papua (Belanda/Inggris/Seluruhnya [?]) (atau bekas Hindia Belanda dikurangi Papua {Belanda/Inggris/Seluruhnya [?]} ), 1 suara lain-lain, 1 suara abstain; jumlah 66 suara
- ^ Keputusan ini diambil dalam rapat panitia penyusun hukum dasar dengan voting: 17 suara unitarianisme, 2 suara federalism; jumlah 19 suara
- ^ mulai dari bagian ini sampai akhir kalimat adalah penjelasan dari Supomo selaku ketua tim perumus dari panitia hukum dasar
- ^ Republik II adalah masa berlakunya konstitusi federal yang dikenal dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat, tepatnya 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
- ^ Aturan ini terdapat dalam Bab II Republik Indonesia Serikat dan Daerah-daerah Bagian
- ^ misalnya pasal 47 yang berbunyi: "Peraturan-peraturan ketatanegaraan negara-negara haruslah menjamin hak atas kehidupan-rakyat sendiri kepada pelbagai persekutuan-rakyat di dalam lingkungan daerah mereka itu dan harus pula mengadakan kemungkinan untuk mewujudkan hal itu secara kenegaraan dengan aturan-aturan tentang penyusunan persekutuan itu secara demokrasi dalam daerah-daerah otonomi"
- ^ Aturan ini berdasarkan pasal 65 yang berbunyi: "Mengatur kedudukan daerah-daerah Swapraja masuk dalam tugas dan kekuasaan daerah-daerah bagian yang bersangkutan dengan pengertian, bahwa mengatur itu dilakukan dengan kontrak yang diadakan antara daerah bagian dan daerah-daerah Swapraja bersangkutan dan bahwa dalam kontrak itu kedudukan istimewa Swapraja akan diperhatikan dan bahwa tiada suatupun dari daerah-daerah Swapraja yang sudah ada, dapat dihapuskan atau diperkecil bertentangan dengan kehendaknya, kecuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang federal yang menyatakan, bahwa, kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengecilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada pemerintah daerah-bagian bersangkutan."
- ^ Lihat pada periode II di atas
-
Pemerintahan daerah di Indonesia
I
Artikel ini adalah bagian dari seri:
Politik dan pemerintahan
Indonesia
Pancasila
UUD 1945
Negara lain · Atlas
Portal politik
Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Pembentukan dan Penghapusan
Pembentukan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota ditetapkan dengan undang-undang. Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Penghapusan dan penggabungan daerah beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang. Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.
Pembagian Urusan Pemerintahan
Urusan Pemerintahan Pusat Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat meliputi:
- politik luar negeri;
- pertahanan;
- keamanan;
- yustisi;
- moneter dan fiskal nasional;
- agama ; dan
- norma.
Urusan Pemerintahan Daerah
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten atau daerah kota merupakan urusan yang berskala kabupaten atau kota meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan kabupaten atau kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan pemerintahan.
Penyelenggara Pemerintahan
Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh wakil presiden, dan oleh menteri negara.Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Untuk pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi. Untuk pemerintahan daerah kabupaten atau daerah kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten atau kota dan DPRD kabupaten atau kota.Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah wali kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil wali kota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan kota.Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana dimaksud, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.
Perangkat Daerah
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas: (a). menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD; (b). menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD; (c). mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan (d). menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau wali kota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.
DPRD
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPRD mempunyai tugas dan wewenang. DPRD mempunyai hak: (a). interpelasi; (b). angket; dan (c). menyatakan pendapat.Alat kelengkapan DPRD terdiri atas: (a). pimpinan; (b). komisi; (c). panitia musyawarah; (d). panitia anggaran; (e). Badan Kehormatan; dan (f). alat kelengkapan lain yang diperlukan. Anggota DPRD mempunyai hak dan kewajiban. Anggota DPRD mempunyai larangan dan dapat diganti antar waktu. Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah berlaku ketentuan Undang-Undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Pilkada
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat tertentu.Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi,pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Apabila tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dalam sebuah sidang DPRD Provinsi. Bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden dalam sebuah sidang DPRD Kabupaten atau Kota.
Kepegawaian Daerah
Pemerintah pusat melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. Manajemen pegawai negeri sipil daerah meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah. Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.Perda dan Perkada
Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundangundangan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. Perda disampaikan kepada Pemerintah pusat paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah pusat.
Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah. Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.
Perencanaan Pembangunan
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah disusun oleh pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten atau daerah kota sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.- Rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP Daerah) untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang ditetapkan dengan Perda;
- Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJM Daerah) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang ditetapkan dengan Perda
- Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah pusat.
Keuangan Daerah
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang yang mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi.
Di dalam Undang-Undang yang mengatur Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/wali kota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa Kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dalam melaksanakan kekuasaannya, kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah.
Sumber pendapatan daerah terdiri atas:
- pendapatan asli daerah ( PAD), yang meliputi: (a) hasil pajak daerah; (b) hasil retribusi daerah; (c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (d) lain-lain PAD yang sah;
- dana perimbangan yang meliputi: (a). Dana Bagi Hasil; (b). Dana Alokasi Umum; dan (c). Dana Alokasi Khusus; dan
- lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Anggaran pendapatan dan belanja daerah ( APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Kerjasama dan Perselisihan
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Kerja sama tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama. Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama yang membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD.Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud. Apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud. Keputusan Guberneur atau Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud bersifat final.
Kawasan Perkotaan
Kawasan perkotaan dapat berbentuk :- Kota sebagai daerah otonom yang dikelola oleh pemerintah kota;
- bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan yang dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada pemerintah kabupaten.;
- bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan yang dikelola bersama oleh daerah terkait.
Desa atau nama lain
Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa dengan memperhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarakat. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Desa yang dimaksud dalam ketentuan ini termasuk antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di provinsi NAD, Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua, Negeri di Maluku. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Yang dimaksud dengan Perangkat Desa lainnya dalam ketentuan ini adalah perangkat pembantu Kepala Desa yang terdiri dari Sekretariat Desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan, dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.
Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa sebagaimana dimaksud, ditetapkan sebagai kepala desa. Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Masa jabatan kepala desa dalam ketentuan ini dapat dikecualikan bagi kesatuan masyarakat hukum adat yang keberadaannya masih hidup dan diakui yang ditetapkan dengan Perda.
Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan. Yang dimaksud dengan lembaga kemasyarakatan desa dalam ketentuan ini seperti: Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, karang taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
- urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
- urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
- tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
- urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan diserahkan kepada desa.
Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah. Koordinasi pembinaan dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau provinsi.Pembinaan tersebut meliputi
- koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan;
- pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;
- pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan;
- pendidikan dan pelatihan; dan
- perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.
- Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;
- Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.
Pertimbangan Otonomi
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, Presiden dapat membentuk suatu dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Dewan ini dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri yang susunan organisasi keanggotaan dan tata laksananya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Dewan tersebut bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden antara lain mengenai rancangan kebijakan:- pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah serta pembentukan kawasan khusus;
- perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah,
Ketentuan Lain-lain
Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain. Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Papua termasuk provinsi hasil pemekarannya, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersendiri.Yang dimaksud dengan Undang-Undang tersendiri adalah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN Tahun 2007 Nomor 93; TLN 4744); Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (LN Tahun 1999 Nomor 172; TLN 3893) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN Tahun 2006 Nomor 62; TLN 4633); dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (LN Tahun 2001 Nomor 135; TLN 4151). Karena Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta belum memiliki Undang-Undang tersendiri, maka keistimewaan untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah yang didekonsentrasikan, dilaksanakan oleh instansi vertikal di daerah. Instansi vertikal tersebut jumlah, susunan dan luas wilayah kerjanya ditetapkan Pemerintah. Semua instansi vertikal yang diserahkan dan menjadi perangkat daerah, kekayaannya dialihkan menjadi milik daerah.
Batas daerah provinsi atau kabupaten/kota yang berbatasan dengan wilayah negara lain, diatur berdasarkan peraturan perundang- undangan dengan memperhatikan hukum internasional yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Pemerintah.
Anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sepanjang belum diatur dalam undang-undang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar