Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia
\
Bhinneka Tunggal Ika,
Pemerintahan Daerah di Indonesia
Sejarah
Pemerintahan Daerah di
Republik Indonesia
tidaklah berusia pendek. Lebih dari setengah abad lembaga pemerintah
lokal ini telah mengisi perjalanan bangsa. Dari waktu ke waktu
pemerintahan daerah telah mengalami perubahan bentuknya. Setidaknya ada
tujuh tahapan hingga bentuk
pemerintahan daerah seperti sekarang ini (
2009). Pembagian tahapan ini didasarkan pada masa berlakunya
Undang-Undang yang mengatur
pemerintahan lokal secara umum. Tiap-tiap periode
pemerintahan daerah memiliki bentuk dan susunan yang berbeda-beda berdasarkan aturan umum yang ditetapkan melalui
Undang-Undang. Patut juga dicatat bahwa
konstitusi yang digunakan juga turut memengaruhi corak dari
Undang-Undang yang mengatur
pemerintahan daerah.
Dalam artikel ini tidak semua hal yang ada pada pemerintahan daerah
dikemukakan. Dalam artikel ini hanya akan dibahas mengenai susunan
daerah otonom dan pemegang kekuasaan
pemerintahan daerah di bidang
legislatif dan
eksekutif serta beberapa kejadian yang khas untuk masing-masing periode
pemerintahan daerah.
Periode I (1945-1948)
Pada periode ini belum terdapat sebuah
UU yang mengatur
Pemerintahan Daerah secara khusus. Aturan yang digunakan adalah aturan yang ditetapkan oleh
PPKI. Selain itu digunakan pula aturan UU No 1 Tahun 1945 yang mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari oleh
Komite Nasional Daerah.
PPKI dalam rapatnya pada
19 Agustus 1945 menetapkan pembagian daerah dan pelaksanaan pemerintahan secara umum dengan melanjutkan pelaksanaan yang sudah ada.
PPKI hanya menetapkan adanya
Komite Nasional di Daerah untuk membantu pekerjaan
kepala daerah seperti yang dilakukan di pusat dengan adanya
KNI Pusat. Oleh PPKI, secara umum,
wilayah Indonesia dibagi menjadi
provinsi-provinsi. Tiap-tiap
provinsi dibagi lagi menjadi
karesidenan-karesidenan. Masing-masing
provinsi dikepalai oleh
Gubernur. Sedangkan
karesidenan dikepalai oleh
Residen.
Gubernur dan
Residen dalam melaksanakan pemerintahan dibantu oleh
Komite Nasional Daerah. Selebihnya susunan dan bentuk pemerintahan daerah dilanjutkan menurut kondisi yang sudah ada. Dengan demikian
provinsi dan
karesidenan hanya sebagai
daerah administratif dan belum mendapat
otonomi.
Tingkatan wilayah |
Nomenklatur yang digunakan |
Tingkatan Atas |
Provinsi |
Tingkatan Bawah |
Karesidenan |
Selain itu PPKI juga memutuskan disamping adanya
provinsi terdapat pula
Kooti (
Zelfbestuurende Landschappen/
Kerajaan) dan
Kota (
Gemeente/Haminte) yang kedudukan dan pemerintahan lokalnya tetap diteruskan sampai diatur lebih lanjut. Wilayah-wilayah
Provinsi yang ada tersebut tidak mencakup wilayah-wilayah
kooti (
Zelfbestuurende Landschappen/
Kerajaan). Wilayah-wilayah
kooti berada di bawah pemerintahan pusat baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang disebut dengan Komisaris.
Tingkatan selengkapnya yang ada pada masa itu adalah:
- Provinsi (warisan Hindia Belanda, tidak digunakan oleh Jepang)
- Karesidenan (disebut Syu oleh Jepang)
- Kabupaten/Kota (disebut Ken/Syi/Tokubetsu Syi oleh Jepang, pada saat Hindia Belanda disebut Regentschap/Gemeente/Stadsgemeente)
- Kawedanan (disebut Gun oleh Jepang)
- Kecamatan (disebut Son oleh Jepang)
- Desa (disebut Ku oleh Jepang)
Otonomi bagi daerah baru dirintis dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan
Komite Nasional Daerah. UU No. 1 Tahun 1945 menyebutkan setidaknya ada tiga jenis
daerah yang memiliki
otonomi yaitu:
Karesidenan,
Kota otonom dan
Kabupaten serta lain-lain daerah yang dianggap perlu (kecuali daerah
Surakarta dan
Yogyakarta). Pemberian otonomi itu dilakukan dengan membentuk
Komite Nasional Daerah sebagai
Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebagai penyelenggara
pemerintahan daerah adalah
Komite Nasional Daerah bersama-sama dengan dan dipimpin oleh
Kepala Daerah. Untuk pemerintahan sehari-hari dibentuk
Badan Eksekutif dari dan oleh
Komite Nasional Daerah dan dipimpin oleh
Kepala Daerah.
Mengingat situasi dan kondisi pada masa itu tidak semua daerah dapat membentuk dan melaksanakan
pemerintahan daerah. Daerah-daerah
Maluku (termasuk didalamnya
Papua),
Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan
Kalimantan bahkan harus dihapuskan dari wilayah
Indonesia sesuai isi
Perjanjian Linggajati. Begitu pula dengan daerah-daerah
Sumatera Timur,
Riau,
Bangka,
Belitung,
Sumatera Selatan bagian timur,
Jawa Barat,
Jawa Tengah bagian barat,
Jawa Timur bagian timur, dan
Madura juga harus dilepaskan dengan
Perjanjian Renville.
Periode II (1948-1957)
Pada periode ini berlaku
Undang-Undang Pokok No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah.
UU ini adalah
UU pertama kalinya yang mengatur susunan dan kedudukan
pemerintahan daerah di
Indonesia. Secara umum
Indonesia memiliki dua jenis
daerah berotonomi yaitu
daerah otonom biasa dan
daerah otonom khusus yang disebut dengan
daerah istimewa.
Daerah otonom khusus yang diberi nomenklatur "
Daerah Istimewa" adalah
daerah kerajaan/kesultanan dengan kedudukan
zelfbesturende landschappen/kooti/daerah swapraja yang telah ada sebelum
Indonesia merdeka dan masih dikuasai oleh
dinasti pemerintahannya. Masing-masing
daerah berotonomi tersebut memiliki tiga tingkatan dan nomenklatur yang berbeda-beda yaitu:
Tingkatan Daerah Otonom |
Nomenklatur Daerah Otonom Biasa |
Nomenklatur Daerah Otonom Khusus |
Tingkat I |
Provinsi |
Daerah Istimewa Setingkat Provinsi |
Tingkat II |
Kabupaten/Kota Besar |
Daerah Istimewa Setingkat Kabupaten |
Tingkat III |
Desa, Negeri, Marga, atau nama lain/Kota Kecil |
Daerah Istimewa Setingkat Desa |
Undang-Undang menentukan bahwa
pemerintahan lokal menggunakan nomenklatur "
Pemerintah Daerah".
Pemerintahan lokal terdiri dari:
-
- Legislatif
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
- Eksekutif
- Dewan Pemerintah Daerah (DPD)[1]
DPRD mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Anggota
DPRD dipilih dalam sebuah pemilihan yang diatur oleh
UU pembentukan daerah. Masa jabatan Anggota
DPRD adalah lima tahun. Jumlah anggota
DPRD juga diatur dalam
UU pembentukan daerah yang bersangkutan. Ketua dan Wakil Ketua
DPRD dipilih oleh dan dari anggota
DPRD yang bersangkutan.
DPD menjalankan pemerintahan sehari-hari.
AnggotaDPD secara bersama-sama atau masing-masing bertanggung jawab terhadap
DPRD dan diwajibkan memberi keterangan-keterangan yang diminta oleh
DPRD.
DPD dipilih oleh dan dari
DPRD dengan memperhatikan perimbangan komposisi
kekuatan politik dalam
DPRD. Masa jabatan
anggota DPD sama seperti masa jabatan
DPRD yang bersangkutan. Jumlah anggota
DPD ditetapkan dalam
UU pembentukan daerah yang bersangkutan.
Kepala Daerah menjadi ketua dan anggota
DPD.
Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan dengan ketentuan umum:
- Kepala Daerah Provinsi diangkat oleh Presiden dari calon yang diajukan oleh DPRD Provinsi.
- Kepala Daerah Kabupaten/Kota Besar diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari calon yang diajukan oleh DPRD Kabupaten/Kota Besar.
- Kepala Daerah Desa, Negeri, Marga atau nama lain/Kota Kecil diangkat oleh Kepala Daerah Provinsi dari calon yang diajukan oleh DPRD Desa, Negeri, Marga atau nama lain/Kota Kecil.
- Kepala Daerah dapat diberhentikan oleh pejabat yang mengangkat atas usul DPRD yang bersangkutan.
- Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu di zaman sebelum Republik Indonesia dengan syarat tertentu. Untuk daerah istimewa dapat diangkat seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa oleh Presiden dengan syarat yang sama dengan Kepala Daerah Istimewa. Wakil Kepala Daerah Istimewa adalah anggota DPD.
UU No. 22 Tahun 1948 disusun berdasarkan pada
konstitusi Republik I[2] pasal 18
[3]. Pada mulanya
UU ini mengatur pokok-pokok pemerintahan daerah di wilayah
Indonesia yang tersisa yaitu:
- A. Wilayah Sumatera meliputi: Aceh, Sumatera Utara bagian barat, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan bagian utara dan barat, Bengkulu, dan Lampung.
- B. Wilayah Jawa meliputi: Banten, Jawa Tengah bagian timur, Yogyakarta, dan Jawa Timur bagian barat (daerah Mataraman)
Setelah pembentukan Republik III pada
15 Agustus 1950 UU ini berlaku untuk daerah
seluruh Sumatera,
seluruh Jawa, dan
seluruh Kalimantan. Sedangkan pada daerah-daerah di bekas wilayah
Negara Indonesia Timur yaitu
wilayah Sulawesi,
wilayah Nusa Tenggara, dan
wilayah Maluku masih berlaku UU NIT No. 44 Tahun 1950.
Periode III (1957-1965)
Pada periode ini berlaku
UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang disebut juga
Undang-undang tentang pokok-pokok pemerintahan 1956.
UU ini menggantikan
UU RI No. 22 Tahun 1948 dan
UU NIT No. 44 Tahun 1950. Secara umum
Indonesia memiliki dua jenis
daerah berotonomi yaitu
daerah otonom biasa yang disebut
daerah swatantra dan
daerah otonom khusus yang disebut dengan
daerah istimewa. Masing-masing daerah berotonomi tersebut memiliki tiga tingkatan dan nomenklatur yang berbeda-beda yaitu:
Tingkatan |
Nomenklatur Daerah Otonom Biasa |
Nomenklatur Daerah Otonom Khusus |
Tingkat I |
Daerah Swatantra Tingkat ke I/Kotapraja Jakarta Raya |
Daerah Istimewa Tingkat ke I |
Tingkat II |
Daerah Swatantra Tingkat ke II/Kotapraja |
Daerah Istimewa Tingkat ke II |
Tingkat III |
Daerah Swatantra Tingkat ke III |
Daerah Istimewa Tingkat ke III |
Kecuali
Pemerintahan Daerah Kotapraja Jakarta Raya, dalam
Pemerintahan Daerah Kotapraja tidak dibentuk
daerah Swatantra tingkat lebih rendah.
Selain dua macam
daerah berotonomi tersebut terdapat pula
Daerah Swapraja. Daerah ini merupakan kelanjutan dari sistem pemerintahan daerah zaman
Hindia Belanda dan
Republik II (Pemerintahan Negara Federal RIS). Menurut perkembangan keadaan
Daerah Swapraja dapat dialihkan statusnya menjadi
Daerah Istimewa atau
Daerah Swatantra.
Undang-Undang menentukan bahwa
pemerintahan lokal menggunakan nomenklatur
"Pemerintah Daerah".
Pemerintahan lokal terdiri dari:
-
- Legislatif
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
- Eksekutif
- Dewan Pemerintah Daerah (DPD)
DPRD mengatur dan mengurus segala urusan rumah tangga daerahnya kecuali ditentukan lain dengan
UU.
Pemilihan dan penggantian anggota
DPRD diatur dengan
Undang-Undang tersendiri. Masa jabatan anggota
DPRD adalah empat tahun. Masa jabatan anggota pengganti antar waktu hanya untuk sisa masa empat tahun tersebut. Jumlah anggota
DPRD ditetapkan dalam
UU pembentukan, dengan dasar perhitungan jumlah
penduduk tertentu. Ketua dan Wakil Ketua
DPRD dipilih oleh dan dari anggota
DPRD.
Pimpinan sehari-hari
Pemerintahan Daerah dijalankan oleh
DPD.
DPD menjalankan keputusan-keputusan
DPRD.
Anggota DPD dalam menjalankan tugasnya secara bersama-sama bertanggung jawab kepada
DPRD dan wajib memberi keterangan-keterangan yang diminta oleh
DPRD.
DPD dipilih oleh dan dari
DPRD dengan memperhatikan perimbangan komposisi
kekuatan politik dalam
DPRD. Masa jabatan
anggota DPD sama seperti masa jabatan
DPRD yang bersangkutan.
Anggota DPD antar waktu yang dipilih memiliki masa jabatan hanya untuk sisa masa jabatan
DPD yang ada. Jumlah
anggota DPD ditetapkan dalam peraturan pembentukan daerah yang bersangkutan.
Kepala Daerah karena jabatannya menjadi ketua dan anggota
DPD.
Wakil Ketua DPD dipilih oleh dan dari, anggota
DPD bersangkutan.
Kepala Daerah dipilih, diangkat, dan diberhentikan menurut aturan yang ditetapkan dengan
Undang-Undang tersendiri. Untuk sementara waktu
Kepala Daerah dipilih oleh
DPRD dengan syarat-syarat tertentu dan disahkan oleh
Presiden untuk
Kepala Daerah dari tingkat ke I atau
Menteri Dalam Negeri atau penguasa yang ditunjuk olehnya untuk
Kepala Daerah dari tingkat ke II dan
ke III.
Kepala Daerah dipilih untuk satu masa jabatan
DPRD atau bagi mereka yang dipilih antar waktu guna mengisi lowongan
Kepala Daerah, untuk sisa masa jabatan tersebut.
Kepala Daerah Istimewa diangkat dari calon yang diajukan oleh
DPRD dari
keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu di zaman sebelum
Republik dengan memperhatikan syarat tertentu dan diangkat serta diberhentikan oleh
Presiden bagi
Daerah Istimewa tingkat I atau
Menteri Dalam Negeri atau penguasa yang ditunjuk olehnya bagi
Daerah Istimewa tingkat II dan III. Untuk
Daerah Istimewa dapat diangkat
Wakil Kepala Daerah Istimewa dengan tata cara seperti
Kepala Daerah Istimewa.
Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa karena jabatannya adalah berturut-turut menjadi Ketua serta anggota dan Wakil Ketua serta anggota dari
Dewan Pemerintah Daerah.
UU No. 1 Tahun 1957 disusun berdasarkan aturan
Konstitusi Republik III[4] pasal 131, 132, dan 133
[5]. Namun dalam perjalanan waktu, peraturan tersebut mengalami perubahan pada
1959 dan
1960 karena menyesuaikan dengan sistem ketata negaraan Republik IV
[6]. Penyesuaian pada tahun
1959 dilaksanakan dengan
Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959. Menurut peraturan itu
pemerintahan daerah terdiri dari:
- Eksekutif
-
- Kepala Daerah dengan dibantu Badan Pemerintah Harian (BPH)
- Legislatif
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden bagi
Daerah Tingkat I dan
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bagi
Daerah Tingkat II dengan syarat tertentu.
Kepala Daerah dapat diangkat baik dari calon yang diajukan
DPRD maupun dari luar calon yang diusulkan
DPRD. Masa jabatan
Kepala Daerah sama seperti masa jabatan
DPRD.
Kepala Daerah adalah
Pegawai Negara dan karenanya tidak dapat diberhentikan karena keputusan
DPRD.
Kepala Daerah Istimewa diangkat dari
keturunan keluarga yang berkuasa menjalankan pemerintahan di daerah di zaman sebelum
Republik Indonesia dengan syarat tertentu dan diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden. Untuk
Daerah Istimewa dapat diangkat
Wakil Kepala Daerah Istimewa dengan tata cara yang sama dengan
Kepala Daerah Istimewa.
BPH terdiri dari 3 sampai 5 anggota kecuali yang berasal dari
anggota DPD sebelumnya.
Anggota BPH diangkat dan diberhentikan menurut aturan yang ditetapkan
Mendagri dan Otda.
Penyesuaian pada tahun
1960 dilaksanakan dengan
Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960. Peraturan ini mengatur tentang
DPRD Gotong Royong (
DPRD-GR) dan
Sekretariat Daerah. Dalam aturan ini pula ditetapkan bahwa
Kepala Daerah karena jabatannya adalah Ketua
DPRD-GR. Masa jabatan
Kepala Daerah dan
BPH disesuaikan dengan masa jabatan
DPRD-GR.
Periode IV (1965-1974)
Pada periode ini berlaku
UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
UU ini menggantikan
UU No. 1 Tahun 1957,
Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959;
Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960;
Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 jo
Penetapan Presiden No. 7 tahun 1965. Menurut
UU ini secara umum
Indonesia hanya mengenal satu jenis
daerah otonomi.
Daerah otonomi tersebut dibagi menjadi tiga tingkatan
daerah.
Tingkatan |
Nomenklatur Daerah Otonom |
Tingkat I |
Provinsi/Kotaraya |
Tingkat II |
Kabupaten/Kotamadya |
Tingkat III |
Kecamatan/Kotapraja |
Daerah-daerah yang memiliki
otonomi khusus menurut
UU No. 1 Tahun 1957 boleh dikatakan dihapus secara sistematis dan diseragamkan dengan
daerah otonomi biasa. Selain itu untuk mempersiapkan pembentukan
daerah otonom tingkat III maka dikeluarkan
UU
No. 19 Tahun 1965 tentang Desapraja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk
Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di seluruh Wilayah Indonesia yang dalam artikel ini disingkat menjadi
UU Desapraja.
Undang-Undang menentukan bahwa
pemerintahan lokal menggunakan nomenklatur
"Pemerintah Daerah".
Pemerintah Daerah berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah-tangga daerahnya.
Pemerintahan lokal terdiri dari:
-
- Legislatif
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
- Eksekutif
- Kepala Daerah, dibantu Wakil Kepala Daerah dan Badan Pemerintah Harian
Jumlah anggota
DPRD ditetapkan dalam
UU pembentukan daerah dengan dasar perhitungan jumlah
penduduk tertentu. Masa jabatan anggota
DPRD adalah 5 tahun. Anggota
DPRD antar waktu masa jabatannya hanya untuk sisa masa lima tahun tersebut. Pemilihan, pengangkatan dan penggantian anggota
DPRD diatur dengan
UU tersendiri. Pimpinan
DPRD terdiri dari seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua yang mencerminkan poros
Nasakom. Pimpinan
DPRD dalam menjalankan tugasnya mempertanggung-jawabkan kepada
Kepala Daerah.
Masa jabatan
Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, serta
Anggota BPH adalah 5 tahun.
Kepala Daerah adalah
pegawai Negara.
Kepala Daerah merupakan
wakil pemerintah pusat sekaligus pejabat dalam
pemerintahan daerah. Oleh karena itu
Kepala Daerah harus melaksanakan politik pemerintah dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri menurut hirarki yang ada.
Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah serta
Anggota BPH diangkat dan diberhentikan oleh:
-
- a. Presiden bagi Daerah tingkat I,
- b. Menteri Dalam Negeri dengan persetujuan Presiden bagi Daerah tingkat II, dan
- c. Kepala Daerah tingkat I dengan persetujuan Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat III yang ada dalam Daerah tingkat I.
Anggota BPH bagi masing-masing tingkatan daerah adalah:
-
- a. bagi Daerah tingkat I sekurang-kurangnya 7 orang.
- b. bagi Daerah tingkat II sekurang-kurangnya 5 orang.
- c. bagi Daerah tingkat III sekurang-kurangnya 3 orang.
Desapraja
merupakan kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas
daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya
dan mempunyai harta benda sendiri. Alat-alat kelengkapan pemerintahan
desapraja terdiri atas
Kepala Desapraja,
Badan Musyawarah Desapraja,
Pamong Desapraja,
Panitera Desapraja,
Petugas Desapraja, dan
Badan Pertimbangan Desapraja.
UU No. 18 Tahun 1965 disusun berdasar pasal 18
Konstitusi Republik IV[7]. Namun berbeda dengan
UU No. 22 Tahun 1948,
UU ini secara tegas tidak lagi mengakomodasi daerah-daerah dengan
otonomi khusus dan secara sistematis berusaha menghapuskan
daerah otonomi khusus tersebut sebagaimana yang tercantum dalam pasal 88
[8]. Hal tersebut juga diterangkan dengan lebih gamblang dalam
penjelasan UU No. 18 Tahun 1965 pasal 1-2 serta pasal 88. Akan tetapi,
badai politik tahun 1965, yang terjadi hanya 29 hari setelah
UU No. 18 Tahun 1965 disahkan, menyebabkan
UU pemerintahan daerah ini tidak dapat diberlakukan secara mulus. Perubahan konstelasi politik yang terjadi sepanjang akhir
1965 sampai dengan tahun
1968 mengakibatkan
UU Pemerintahan Daerah dan
UU Desapraja tidak dapat diberlakukan
[9].
Periode V (1974-1999)
Pada periode ini berlaku
UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.
UU ini menggantikan UU No. 18 Tahun 1965 yang dinyatakan tidak dapat diterapkan. Menurut
UU ini secara umum
Indonesia dibagi menjadi satu macam
Daerah Otonom sebagai pelaksanaan
asas desentralisasi dan
Wilayah Administratif sebagai pelaksanaan
asas dekonsentrasi.
- Daerah Otonom
Tingkatan |
Nomenklatur Daerah Otonom |
Tingkat I |
Daerah Tingkat I (Dati I)/Daerah Khusus Ibukota/Daerah Istimewa[10] |
Tingkat II |
Daerah Tingkat II (Dati II) |
- Wilayah Administrasi
Tingkatan |
Nomenklatur Wilayah Administratif |
Tingkat I |
Provinsi/Ibukota Negara |
Tingkat II |
Kabupaten/Kotamadya |
Tingkat IIa |
Kota Administratif[11] |
Tingkat III |
Kecamatan |
Nama dan batas
Daerah Tingkat I adalah sama dengan nama dan batas
Wilayah Provinsi atau
Ibukota Negara. Ibukota
Daerah Tingkat I adalah ibukota
Wilayah Provinsi. Nama dan batas
Daerah Tingkat II adalah sama dengan nama dan batas
Wilayah Kabupaten atau
Kotamadya. Ibukota
Daerah Tingkat II adalah ibukota
Wilayah Kabupaten. Penyebutan
Wilayah Administratif dan
Daerah Otonom disatukan.
- Untuk Wilayah Administratif Provinsi dan Daerah Otonom Tingkat I disebut Provinsi Daerah Tingkat I. Sebagai contoh adalah Provinsi Daerah Tingkat I Riau.
- Untuk Wilayah Administratif Ibukota Negara dan Daerah Otonomi Khusus Ibukota Jakarta disebut Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
- Untuk Wilayah Administratif Provinsi dan Daerah Otonomi Istimewa disebut Provinsi Daerah Istimewa. Untuk Aceh disebut Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Untuk Yogyakarta disebut Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Untuk Wilayah Administratif Kabupaten dan Daerah Otonom Tingkat II disebut Kabupaten Daerah Tingkat II. Sebagai contoh adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar.
- Untuk Wilayah Administratif Kotamadya dan Daerah Otonom Tingkat II disebut Kotamadya Daerah Tingkat II. Sebagai contoh adalah Kotamadya Daerah Tingkat II Pakanbaru.
Undang-Undang menentukan bahwa
pemerintahan lokal menggunakan nomenklatur
"Pemerintah Daerah".
Pemerintahan lokal terdiri dari:
-
- Legislatif
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
- Eksekutif
- Kepala Daerah
Daerah
berhak, berwenang, dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Titik
berat
Otonomi Daerah diletakkan pada
Daerah Tingkat II. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah dibentuk
Sekretariat Daerah dan
Dinas-dinas Daerah.
Susunan, keanggotaan, dan pimpinan
DPRD, begitu juga sumpah/janji, masa keanggotaan, dan larangan rangkapan jabatan bagi anggota-anggotanya diatur dengan
UU tersendiri.
Kepala Daerah adalah
Pejabat Negara.
Kepala Daerah
diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal
pelantikannya dan dapat diangkat kembali, untuk 1 (satu) kali masa
jabatan berikutnya.
Kepala Daerah Tingkat I dicalonkan dan dipilih oleh
DPRD Tingkat I dengan persetujuan
Menteri Dalam Negeri dan selanjutnya diangkat oleh
Presiden.
Kepala Daerah Tingkat II dicalonkan dan dipilih oleh
DPRD Tingkat II dengan persetujuan
Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan selanjutnya diangkat oleh
Menteri Dalam Negeri.
Wakil Kepala Daerah adalah
Pejabat Negara.
Wakil Kepala Daerah Tingkat I diangkat oleh
Presiden dari
Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan.
Wakil Kepala Daerah Tingkat II diangkat oleh
Menteri Dalam Negeri atas nama
Presiden dari
Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan. Apabila dipandang perlu,
Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk
Pembantu Gubernur,
Pembantu Bupati atau
Pembantu Walikotamadya yang mempunyai wilayah kerja tertentu dalam rangka
dekonsentrasi.
Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah
Kepala Wilayah Provinsi atau
Ibukota Negara.
Wakil Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah
Wakil Kepala Wilayah Provinsi atau
Ibukota Negara dan disebut
Wakil Gubernur.
Kepala Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah
Kepala Wilayah Kabupaten atau
Kotamadya.
Wakil Kepala Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah
Wakil Kepala Wilayah Kabupaten atau
Kotamadya, dan disebut
Wakil Bupati atau
Wakil Walikotamadya.
Sebutan
Kepala Wilayah dan
Kepala Daerah disatukan.
- Untuk Kepala Wilayah Provinsi/Kepala Daerah Tingkat I disebut Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Sebagai contoh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah.
- Untuk Kepala Wilayah Ibukota Negara/Daerah Khusus Ibukota Jakarta disebut Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
- Untuk Kepala Wilayah Provinsi/Daerah Istimewa disebut Gubernur Kepala Daerah Istimewa. Untuk DI Aceh disebut Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh. Untuk DI Yogyakarta disebut Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Untuk Kepala Wilayah Kabupaten/Daerah Tingkat II disebut Bupati Kepala Daerah Tingkat II. Sebagai contoh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Barito Selatan.
- Untuk Kepala Wilayah Kotamadya/Daerah Tingkat II disebut Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Sebagai contoh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Palangkaraya.
Pemerintahan Desa diatur tersendiri dengan
UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Desa
adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah
Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Desa terdiri dari
Kepala Desa dan
Lembaga Musyawarah Desa (
LMD). Dalam menjalankan pemerintahan
Kepala Desa dibantu oleh
Perangkat Desa yang terdiri atas
Sekretaris Desa,
Kepala-kepala Dusun, dan
Kepala-kepala Urusan.
Kepala Desa karena jabatannya adalah
Ketua LMD.
Sekretaris Desa karena jabatannya adalah
Sekretaris LMD.
Dalam
UU No. 5 Tahun 1979 juga diatur mengenai
Kelurahan.
Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah
Camat dan tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
Pemerintah Kelurahan terdiri atas
Kepala Kelurahan dan
Perangkat Kelurahan yang meliputi
Sekretaris Kelurahan,
Kepala-kepala Lingkungan, dan
Kepala-kepala Urusan.
UU No. 5 Tahun 1974 disusun berdasarkan pasal 18
Konstitusi Republik IV dan dikembangkan lebih jauh dengan mengadopsi "ide-ide" yang ada dalam
penjelasan Konstitusi[12].
UU ini cukup lama bertahan yaitu selama 25 tahun. Dalam perjalanannya
Indonesia mengalami penambahan wilayah baru yang berasal dari koloni Portugis
[13] pada
1976 dan dibentuk sebagai sebuah provinsi yaitu
Provinsi Daerah Tingkat I Timor Timur dengan
UU
No 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor-Timur ke Dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Provinsi Daerah
Tingkat I Timor-Timur. Pada tahun
1990 Kota Jakarta mendapat status
Daerah Khusus dengan tingkatan daerah otonom
Daerah Tingkat I melalui
UU No. 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta[14]. Selain itu tidak banyak yang menonjol dari pemerintahan daerah.
Periode VI (1999-2004)
Pada periode ini berlaku
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
UU ini menggantikan
UU No. 5 Tahun 1974 dan
UU No. 5 Tahun 1979. Menurut
UU ini
Indonesia dibagi menjadi satu macam
daerah otonom dengan mengakui
kekhususan yang ada pada tiga daerah yaitu
Aceh,
Jakarta, dan
Yogyakarta[15] dan satu tingkat
wilayah administratif.
Tiga jenis
daerah otonom adalah
Daerah Provinsi,
Daerah Kabupaten, dan
Daerah Kota. Ketiga jenis daerah tersebut berkedudukan setara dalam artian tidak ada hirarki
daerah otonom.
Daerah Provinsi berkedudukan juga sebagai
wilayah administratif.
Undang-Undang menentukan bahwa
pemerintahan lokal menggunakan nomenklatur
"Pemerintahan Daerah".
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Otonom oleh
Pemerintah Daerah dan
DPRD menurut
asas Desentralisasi.
Daerah Otonom (disebut
Daerah Provinsi/
Kabupaten/
Kota)
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu,
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan lokal terdiri dari:
-
- Badan Legislatif Daerah
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Badan Eksekutif Daerah
- Pemerintah Daerah, yang terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat Daerah.
DPRD sebagai
Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari
Pemerintah Daerah. Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak, keanggotaan, pimpinan, dan alat kelengkapan
DPRD diatur dengan
Undang-Undang tersendiri.
Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Pengisian jabatan
Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh
DPRD melalui pemilihan secara bersamaan.
Kepala Daerah dilantik oleh
Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk untuk bertindak atas nama
Presiden.
Kepala Daerah Provinsi disebut
Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil
Pemerintah. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai
Kepala Daerah,
Gubernur bertanggung jawab kepada
DPRD Provinsi.
Kepala Daerah Kabupaten disebut
Bupati.
Kepala Daerah Kota disebut
Walikota. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan selaku
Kepala Daerah,
Bupati/
Walikota bertanggungiawab kepada
DPRD Kabupaten/
Kota.
Peraturan mengenai
Desa dipisahkan dalam bab yang berbeda dari peraturan mengenai
daerah otonom provinsi/
kabupaten/
kota. Ini dikarenakan
Desa atau yang disebut dengan nama lain (
Nagari,
Kampung,
Huta,
Bori,
Marga dan lain sebagainya) memiliki susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang
bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan
Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945.
Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem
Pemerintahan Nasional dan berada di
Daerah Kabupaten.
Pemerintahan Desa terdiri atas
Pemerintah Desa dan
Badan Perwakilan Desa.
Pemerintah Desa terdiri atas
Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan
perangkat Desa.
Kepala Desa dipilih langsung oleh
Penduduk Desa. Masa jabatan
Kepala Desa paling lama sepuluh tahun atau dua kali masa jabatan terhitung sejak tanggal ditetapkan.
Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat
Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
Pemerintahan Desa.
Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh
penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.
Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh anggota. Di
Desa dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan
Desa dan ditetapkan dengan
Peraturan Desa.
UU ini disusun berdasarkan
Konstitusi Republik IV pasal 18 dan dikembangkan dengan mengadopsi beberapa ide dalam
penjelasan konstitusi pasal 18 khususnya bagian II[16].
UU ini cukup istimewa karena diberlakukan dalam masa Republik IV, Republik V
[17], dan Republik VI
[18]. Dalam perjalanannya
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diatur dengan
UU No. 34 Tahun 1999[19].
Provinsi Aceh juga ditegaskan
keistimewaannya dengan
UU No. 44 Tahun 1999[20] dan diberi
otonomi khusus dengan
UU No. 18 Tahun 2001[21] serta perubahan nomenklatur menjadi
Aceh. Selain itu
Provinsi Irian Jaya juga diberi
otonomi khusus dengan
UU No. 21 Tahun 2001[22] serta perubahan nomenklatur menjadi
Provinsi Papua[23]. Selain pemberian penegasan dan pemberian status khusus, beberapa provinsi lainnya mengalami pemekaran menjadi provinsi baru.
Provinsi Timor-Timur juga memperoleh kemerdekaan penuh pada
2002 dengan nama
Timor Leste/Timor Lorosae dari Pemerintahan Transisi
PBB. Kemerdekaan tersebut berdasarkan hasil referendum atas status
koloni Portugis pada
1999 setelah sekitar 23 tahun bergabung dengan
Indonesia.
Periode VII (mulai 2004)
Pada periode ini berlaku
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
UU ini menggantikan
UU No. 22 Tahun 1999. Menurut
UU ini
Indonesia dibagi menjadi satu jenis
daerah otonom dengan perincian
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas
daerah kabupaten dan
daerah kota. Selain itu
Negara mengakui
kekhususan dan/atau
keistimewaan yang ada pada empat daerah yaitu
Aceh,
Jakarta,
Papua, dan
Yogyakarta.
Negara juga mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat (
Desa atau nama lain) beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan.
Tingkatan |
Nomenklatur Daerah Otonom |
Tingkat I |
Provinsi |
Tingkat II |
Kabupaten/Kota |
Undang-Undang menentukan bahwa
pemerintahan lokal menggunakan nomenklatur
"Pemerintah Daerah".
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan
DPRD menurut
asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintahan lokal secara umum terdiri dari:
-
- Legislatif
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Eksekutif
- Pemerintah Daerah, yang terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat Daerah.
Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas
Pemerintah Daerah Provinsi dan
DPRD Provinsi. Untuk
Provinsi Aceh disebut
Pemerintah Aceh (Pemda Aceh) dan
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPR Aceh). Khusus
Aceh terdapat
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) yang menjadi mitra
DPR Aceh dan
Pemda Aceh. Untuk
Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat disebut
Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPR Papua). Khusus
Papua dan
Papua Barat terdapat
Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai representasi kultural orang asli
Papua[24].
Pemerintahan daerah Kabupaten/
Kota terdiri atas
Pemerintah Daerah Kabupaten/
Kota dan
DPRD Kabupaten/
Kota. Untuk
Kabupaten/
Kota di lingkungan
Provinsi Aceh disebut
Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPR Kabupaten/Kota). Khusus
Kabupaten/
Kota di lingkungan
Provinsi Aceh terdapat
Majelis Permusyawaratan Ulama Kabupaten/Kota (MPU) yang menjadi mitra
DPR Kabupaten/Kota dan
Pemda Kabupaten/Kota di dalam lingkungan
Provinsi Aceh[25].
DPRD merupakan
lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
DPRD memiliki fungsi
legislasi,
anggaran, dan pengawasan. Ketentuan tentang
DPRD sepanjang tidak diatur secara khusus berlaku ketentuan
Undang-Undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan
MPR,
DPR,
DPD, dan
DPRD. Khusus untuk
DPR Aceh,
DPR Papua, dan
DPRD Provinsi DKI Jakarta dapat memiliki anggota sebanyak 125% dari jumlah yang ditentukan dalam
UU yang mengatur mengenai
DPRD[26].
Kepala daerah untuk
provinsi disebut
Gubernur, untuk
kabupaten disebut
Bupati, dan untuk
kota disebut
Walikota.
Wakil kepala daerah untuk
provinsi disebut
Wakil Gubernur, untuk
kabupaten disebut
Wakil Bupati dan untuk
kota disebut
Wakil Walikota.
Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai
wakil Pemerintah di
wilayah provinsi yang bersangkutan dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
Kepala daerah dan
wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Perangkat daerah provinsi secara umum terdiri atas
sekretariat daerah,
sekretariat DPRD,
dinas daerah, dan
lembaga teknis daerah.
Perangkat daerah kabupaten/kota secara umum terdiri atas
sekretariat daerah,
sekretariat DPRD,
dinas daerah,
lembaga teknis daerah,
kecamatan, dan
kelurahan.
Desa
atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara. Termasuk dalam pengertian ini adalah
Nagari di
Sumatera Barat,
Gampong di
provinsi Aceh,
Lembang di
Sulawesi Selatan,
Kampung di
Kalimantan Selatan dan
Papua,
Negeri di
Maluku. Secara bertahap,
Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi
kelurahan.
Dalam
pemerintahan daerah kabupaten/
kota dibentuk
pemerintahan desa yang terdiri dari
Pemerintah Desa dan
Badan Permusyawaratan Desa[27].
Pemerintah Desa terdiri atas
Kepala Desa dan
Perangkat Desa.
Kepala Desa dipilih langsung oleh dan dari
penduduk desa yang syarat dan tata cara pemilihannya diatur dengan
Perda. Masa jabatan
kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya
[28].
Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan
peraturan desa bersama
kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Anggota badan permusyawaratan desa adalah wakil dari
penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Masa jabatan
anggota badan permusyawaratan desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
UU No. 32 Tahun 2004 disusun berdasarkan
Konstitusi Republik VI pasal 18, 18A, dan 18B
[29]. Dalam perjalanannya UU ini telah diubah sebanyak dua kali dengan
Perppu No. 3 Tahun 2005 (ditetapkan menjadi
UU No. 8 Tahun 2005) dan dengan
UU No. 12 Tahun 2008. Selanjutnya
daerah Aceh dan
Jakarta kembali diatur dengan
UU tersendiri.
Aceh diatur secara penuh dengan
UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh[30]. Sedangkan
Jakarta diatur kembali dengan
UU
No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia[31].
Provinsi Papua tetap diatur dengan
UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua[32].
Provinsi Papua Barat sebagai pemekaran dari
Provinsi Papua juga mendapatkan
otonomi khusus sebagaimana
provinsi induknya dengan
Perppu No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (ditetapkan menjadi
UU No. 35 Tahun 2008)
[33].
Appendix
Appendix I: Zaman Hindia Belanda
Menurut
Regeering Reglement (RR)
1854,
Nederlandse Indie diperintah oleh
Gubernur Jenderal atas nama
Raja/
Ratu Nederland secara sentralistis.
Daerah Nederlandse Indie dibagi dalam dua kategori besar yaitu
daerah Indirect Gebied dan
Direct Gebied.
Daerah Indirect Gebied adalah daerah yang diperintah secara tidak langsung oleh
penguasa Batavia. Daerah ini biasanya berbentuk
kerajaan atau
kesultanan yang terikat dengan perjanjian politik baik jangka panjang maupun jangka pendek. Perjanjian ini dilakukan oleh
raja/
sultan dari
kerajaan/
kesultanan lokal dengan
Residen/
Gubernur sebagai wakil
Gubernur Jenderal atas nama
Raja/
Ratu Belanda. Dengan perjanjian tersebut
kerajaan/
kesultanan memiliki status "negara semi merdeka" dalam lingkungan
Kerajaan Belanda. Daerah-daerah tersebut diperintah sendiri oleh
penguasa pribumi dan memiliki
struktur pemerintahan lokal sendiri.
Pemerintah Hindia Belanda hanya menempatkan para pengawas dengan pangkat
Asisten Residen,
Residen, atau
Gubernur sesuai dengan tingkatan daerah yang didasarkan pada kepentingan
pemerintah Hindia Belanda. Dari sinilah kemudian muncul
kedudukan khusus suatu daerah yang dikenal dengan nomenklatur
Zelfbesturende Lanschappen (
Daerah Swapraja [
berpemerintahan sendiri ] atau
otonom).
Daerah Direct Gebeid adalah yang diperintah secara langsung oleh
Batavia secara hirarkis. Pemerintahannya
bersifat administratif atau sering disebut "pemerintahan pangreh praja". Pemerintahan ini pun dibedakan antara pemerintahan di wilayah
Jawa dan
Madura dengan Luar
Jawa dan
Madura.
Di daerah
Jawa dan
Madura, secara berurutan tingkatan pemerintahan dan kepala pemerintahannya (dalam tanda kurung), adalah :
Provinsi (
Gubernur),
Karesidenan (
Residen),
Kabupaten (
Asisten Residen dan
Bupati lokal [regent] ) ,
Kawedanan (
Wedana),
Kecamatan (
Asisten Wedana),
Desa (
Lurah/
Kepala Desa).
Di daerah Luar
Jawa dan
Madura, secara berurutan tingkatan pemerintahan dan kepala pemerintahannya (dalam tanda kurung), adalah :
Provinsi (
Gubernur),
Karesidenan (
Residen),
Afdeling (
Asisten Residen),
Onder Afdeling (
Controleur),
District/
Kawedanan (
Demang),
Onderdistrict/
Kecamatan (
Asisten Demang),
Desa/
Marga/
Kuria/
Nagari/nama lain (
Kepala Desa/nama lain).
Gubernur sampai
Asisten Residen untuk
Jawa dan
Controleur untuk luar
Jawa adalah
berkebangsaan Belanda dan disebut
Eurpese Bestuurambtenaren. Sedangkan
Bupati sampai
Lurah/
Kepala Desa untuk
Jawa dan
Demang sampai
kepala desa/nama lain untuk luar
Jawa berkebangsaan pribumi dan disebut
Inlandse Bestuurambtenaren.
Dengan adanya
Decentralisatie Wet 1903 (Stbl 1903 No. 329)
prinsip otonomi mulai diperkenalkan. Di beberapa daerah mulai dibentuk
Locale Raad (semacam
DPRD). Perkembangan selanjutnya muncul
Wet Op de Bestuurshervormings 1922 (Stbl 1922 No. 216). Sebagai
Badan Pemerintahan Harian di tingkat
Provinsi terdapat
College van Gedeputeerden yang dipimpin oleh
Gubernur. Di tingkat
Kabupaten terdapat
College van Gecomitteerden yang dipimpin oleh
Bupati (
Regent). Sedang di
kotapraja terdapat
College van Burgermeester en Wethouders yang dipimpin oleh
Walikota).
Appendix II: Zaman Pendudukan Militer Jepang
Pada masa pendudukan militer
Jepang,
To Indo dikuasai oleh tiga divisi besar tentara pendudukan yang berbeda.
Wilayah Jawa dikuasai oleh
Divisi XVI Angkatan Darat (
Gunseikanbu Jawa) yang berpusat di
Jakarta.
Wilayah Sumatera dikuasai oleh
Divisi XXV Angkatan Darat (
Gunseikanbu Sumatera) yang berpusat di
Bukittinggi. Sedangkan wilayah
Kalimantan,
Nusa Tenggara,
Sulawesi,
Maluku, dan
Papua dikuasai oleh
Angkatan Laut (
Minseibu/Kaigun) yang berpusat di
Makassar.
Khususnya
Jawa, pemerintahan tertinggi berada di tangan
Saikoo Sikikan (
Gunsereikan). Nomenkaltur daerah diganti menurut
bahasa Jepang. Beberapa tingkatan daerah dihapuskan. Begitu pula dengan
Locale Raad-nya dibekukan/dibubarkan. Pada masa pendudukan Jepang tingkatan daerahnya menjadi:
Syuu (
karesidenan) dipimpin oleh
Syuutyookan,
Si (
kota)/
Ken (
kabupaten) dipimpin oleh
Sityoo/
Kentyoo,
Gun (
distrik) dipimpin oleh
Guntyoo,
Son (
kecamatan) dipimpin oleh
Sontyoo, dan
Ku (
desa) dipimpin oleh
Kutyoo.
Daerah dengan kedudukan
Zelfbesturende Lanschappen diganti nomenklaturnya menjadi
Kooti. Daerah ini masih diperkenankan memiliki
pemerintahan sendiri, namun dengan pengawasan yang sangat ketat dari
pemerintahan militer dengan menempatkan pejabat
Kooti-Zimukyoku-tyookan.
Pada akhir masa pendudukan,
Jepang kembali menghidupkan
Locale Raad dengan nomenklatur
Syuu Sangi-kai bagi
Syuu dan
Tokubetsu Si Sangi-kai bagi
Si.
Appendix III: Konsep BPUPKI-PPKI
Konsep pemikiran mengenai
pemerintahan daerah di dalam
Sidang BPUPKI berkembang secara dinamis. Beberapa ide yang muncul antara lain dari
Muh. Yamin,
Supomo, dan
Hatta. Dari sidang-sidang dihasilkan beberapa hasil antara lain:
Negara Indonesia akan berbentuk
Republik[34],
Wilayah Negara akan meliputi
Hindia-Belanda ditambah
Malaya,
Borneo Utara,
Papua (Inggris),
Timor Portugis dan pulau sekelilingnya[35],
Negara Indonesia akan berbentuk Kesatuan
[36],
[37]Negara Indonesia akan dibagi menjadi
daerah besar dan
daerah kecil, Di
daerah besar dan
kecil itu akan diadakan
dewan permusyawaratan daerah,
Zelfbestuur/Kooti akan berkedudukan sebagai
daerah otonom khusus bukan lagi sebagai
negara, Susunan asli pemerintahan
zelfbestuurende landschappen dan
volksgemeinschaften akan dihormati dan diperhatikan.
Dalam
sidang PPKI Supomo kembali menjelaskan susunan dan kedudukan daerah.
Pemerintahan daerah akan disusun dalam
Undang-Undang. Dalam
pemerintahan daerah akan bersifat permusyawaratan dengan adanya
Dewan Perwakilan Daerah.
Zelfbestuurende Landschappen (Kooti,
Sultanaat) akan berkedudukan sebagai
daerah istimewa (daerah yang mempunyai
sifat istimewa, mempunyai
susunan asli) bukan sebagai
negara karena hanya ada
satu negara.
Daerah istimewa itu akan menjadi bagian dari
Staat Indonesia dan akan dihormati
susunan asli pemerintahannya.
Zelfstandige gemeenschappen atau
Inheemsche Rechtsgemeenschappen seperti
desa,
nagari,
marga
dan sebagainya akan dihormati susunan aslinya. Suasana sidang
pembahasan Pemerintahan Daerah di Indonesia berlangsung dengan hangat
dan berkembang secara dinamis. Keputusan resmi
PPKI dapat dilihat pada periode I di atas.
Appendix IV: RIS dan NIT
Konstitusi Republik II[38] mengatur hubungan antara
Negara Federal dengan
Negara Bagian[39] dan menyerahkan pengaturan
pemerintahan daerah pada masing-masing
negara bagian[40]. Hanya saja
konstitusi memerintahkan bahwa
daerah swapraja yang terdapat di dalam lingkungan
negara bagian diatur dengan perjanjian politik (kontrak) antara negara bagian dengan
daerah swapraja[41]. Namun sampai
konstitusi Republik II berakhir masa berlakunya belum ada UU Federal yang mengatur mengenai
daerah Swapraja.
Sesuai dengan
konstitusi Federal yang menyerahkan pengaturan
pemerintahan daerah pada masing-masing
negara bagian, maka
Pemerintahan daerah di
Negara Bagian Republik Indonesia (Yogyakarta) tetap diatur dengan
UU No. 22 Tahun 1948[42]. Sedangkan
Negara Bagian Negara Indonesia Timur diatur dengan
UU NIT No. 44 Tahun 1950 yang mulai berlaku pada
15 Juni 1950. Dalam
UU ini
NIT dibagi dalam tiga tingkatan
daerah otonomi.
Tingkatan Daerah Otonom |
Nomenklatur Daerah Otonom |
Tingkat I |
Daerah |
Tingkat II |
Daerah Bagian |
Tingkat III |
Daerah Anak Bagian |
Di
wilayah NIT sebelum negara bagian itu melebur menjadi
Negara Kesatuan sempat ada tiga belas
Daerah yang terbentuk. Ketiga belas
daerah itu adalah: (1)
Sulawesi Selatan; (2)
Minahasa; (3)
Kepulauan Sangihe dan Talaud; (4)
Sulawesi Utara; (5)
Sulawesi Tengah; (6)
Bali; (7)
Lombok; (8)
Sumbawa; (9)
Flores; (10)
Sumba; (11)
Timor dan kepulaunnya; (12)
Maluku Selatan; dan (13)
Maluku Utara.
Daerah Bagian dan
Daerah Anak Bagian berdasarkan
UU tersebut belum sempat terbentuk sampai
NIT melebur menjadi
Negara Kesatuan.
Isi
UU NIT No. 44 Tahun 1950 sebagian besar mengadopsi isi
UU RI-Yogyakarta No. 22 Tahun 1948.
UU ini tetap berlaku pada masa Republik III di wilayah
Sulawesi,
Nusa Tenggara, dan
Maluku sampai tahun
1957.
Catatan
- ^ bersifat kolegial/kolektif
- ^ Republik
I adalah masa berlakunya konstitusi yang disahkan oleh PPKI yang
kemudian dikenal dengan UUD 1945, tepatnya adalah 18 Agustus 1945 – 15
Agustus 1950
- ^ Pasal
18 Konstitusi Republik I berbunyi: "Pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan
dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul
dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa."
- ^ Republik
III adalah masa berlakunya konstitusi Negara Kesatuan yang lebih
dikenal dengan nama UUD Sementara 1950, tepatnya adalah 15 Agustus 1950 –
5 Juli 1959
- ^
-
- Konstitusi Republik III pasal 131, 132, dan 133 selengkapnya berbunyi
Pasal 131
-
- (1)Pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri
(otonom), dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan
dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara.
- (2) Kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
- (3) Dengan undang-undang dapat
diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas kepada daerah-daerah yang tidak
termasuk dalam urusan rumah tangganya.
Pasal 132
-
- (1) Kedudukan daerah-daerah Swapraja
diatur dengan undang-undang dengan ketentuan bahwa dalam bentuk susunan
pemerintahannya harus diingat pula ketentuan dalam pasal 131,
dasar-dasar permusyawaratan dan perwakilan dalam sistem pemerintahan
negara.
- (2) Daerah-daerah Swapraja yang ada
tidak dapat dihapuskan atau diperkecil bertentangan dengan kehendaknya,
kecuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang yang menyatakan
bahwa kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengecilan itu,
memberi kuasa untuk itu kepada Pemerintah.
- (3) Perselisihan-perselisihan hukum
tentang peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat (1) dan tentang
menjalankannya diadili oleh badan pengadilan yang dimaksud dalam pasal
108.
Pasal 133
-
- Sambil menunggu ketentuan-ketentuan
sebagai dimaksud dalam pasal 132 maka peraturan-peraturan yang sudah ada
tetap berlaku, dengan pengertian bahwa penjabat-pejabat daerah bagian
dahulu yang tersebut dalam peraturan-peraturan itu diganti dengan
penjabat-pejabat yang demikian pada Republik Indonesia.
- ^ Republik
IV adalah masa diberlakukannya kembali konstitusi yang disahkan PPKI
yang dikenal dengan UUD 1945, tepatnya adalah 5 Juli 1959 – 19 Oktober
1999
- ^ Pasal
18 konstitusi Republik IV berbunyi: "Pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan
dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul
dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa."
- ^ Pasal
88 ayat (2) sub a berbunyi: "Sifat istimewa sesuatu Daerah yang
berdasarkan atas ketentuan mengingat kedudukan dan hak-hak asal-usul
dalam pasal 18 Undang-undang Dasar yang masih diakui dan berlaku hingga
sekarang atau sebutan Daerah Istimewa atas alasan lain, berlaku terus
hingga dihapuskan". Pasal 88 ayat (3) paragraf pertama berbunyi:
"Daerah-daerah Swapraja yang de facto dan/atau de jure sampai pada saat
berlakunya Undang-undang ini masih ada dan wilayahnya telah menjadi
wilayah atau bagian wilayah administratif dari sesuatu Daerah,
dinyatakan hapus."
- ^ Pencabutan/penarikan/pernyataan
tidak berlaku dilakukan dengan UU No. 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan
Tidak Berlakunya Berbagai Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang
- ^ nomenklatur
Daerah Khusus Ibukota dan Daerah Istimewa muncul dalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan untuk mengakomodasi kekhususan pemerintahan
Ibukota Negara dan dua Daerah Istimewa yang tersisa. Dalam UU hanya ada
nomenklatur Dati I
- ^ Tingkatan
Kota Administratif dibentuk di wilayah administratif Kabupaten sesuai
dengan perkembangan. Wilayah administratif Kota Administratif terdiri
atas wilayah-wilayah administratif Kecamatan. Dalam UU tingkatan yang
disebut hanya tingkat I, II, dan III
- ^ Pasal
18 konstitusi Republik IV berbunyi: "Pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan
dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul
dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa". Penjelasan pasal 18
konstitusi berbunyi: "(I). Oleh karena Negara Indonesia itu suatu
eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam
lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi
dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah
yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen)
atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang
akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat
otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun
pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. (II). Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landchappen dan volksgetneenschappen,
seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga
di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli,
dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa
tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu
akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut".
- ^ Wilayah Indonesia yang asli hanya meliputi seluruh wilayah koloni Hindia Belanda
- ^ Dalam
UU ini Provinsi DKI Jakarta, antara lain, menyelenggarakan pemerintahan
yang bersifat khusus sebagai akibat langsung dari kedudukan Jakarta
sebagai Ibukota Negara. Pemerintahan khusus itu berupa Gubernur Kepala
Daerah bertanggungjawab kepada Presiden dengan mendapatkan petunjuk dan
bimbingan dari Menteri Dalam Negeri. Untuk itu pembiayaan
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan yang bersifat khusus dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
- ^ Dalam
pasal 118, UU ini secara eksplisit juga menyebutkan Provinsi
Timor-Timur dapat diberi otonomi khusus yang diatur dengan UU tersendiri
- ^ teks lengkap silakan lihat di atas pada catatan kaki periode V
- ^ Republik
V adalah masa perubahan secara mendasar terhadap konstitusi "UUD 1945"
yang dilakukan secara bertahap sebanyak empat kali, tepatnya antara 19
Oktober 1999 – 10 Agustus 2002
- ^ Republik
VI adalah masa berlakunya konstitusi "UUD 1945" yang telah diubah
sebanyak empat kali, tepatnya mulai 10 Agustus 2002 sampai ada perubahan
yang bersifat mendasar atau ada penetapan konstitusi baru
- ^ lengkapnya
UU No. 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Dalam UU ini, antara lain,
ditetapkan: Otonomi Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diletakkan
pada lingkup Propinsi berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi,
dan tugas pembantuan; Wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
dibagi dalam Kotamadya dan Kabupaten Administrasi; Pemerintah
Kotamadya/kabupaten didampingi Dewan Kota/Kabupaten yang anggotanya dari
tokoh masyarakat (Dewan bukan badan legislatif); Pemerintah Kelurahan
didampingi Dewan Kelurahan yang anggotanya dari tokoh masyarakat (bukan
sebagai badan legislatif); dan Nama-nama calon Gubernur dan calon Wakil
Gubernur yang telah ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dikonsultasikan dengan Presiden
- ^ lengkapnya
UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi
Daerah Istimewa Aceh. Dalam UU ini ditentukan keistimewaan Aceh
meliputi: a. penyelenggaraan kehidupan beragama; b. penyelenggaraan
kehidupan adat; c. penyelenggaraan pendidikan; dan d. peran ulama dalam
penetapan kebijakan Daerah.
- ^ lengkapnya
UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh
sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Otonomi khusus Aceh antara
lain meliputi: Hal-ihwal keuangan dan pengelolaan sumberdaya alam,
Jumlah anggota DPRD Prov NAD, Lembaga Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe,
Pemilihan gubernur NAD, bupati dan wali kota di lingkungan Prov NAD
secara langsung oleh rakyat yang diselenggarakan oleh Komisi Independen
Pemilihan, Pembentukan Mahkamah Syar’iyah dan nomenkaltur Perda yang
disebut dengan Qanun
- ^ lengkapnya
UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Otonomi khusus Papua antara lain meliputi: Adanya Majelis Rakyat Papua
(MRP) sebagai representasi kultural orang asli Papua, Nomenklatur DPRD
Provinsi menjadi DPR Papua, Jumlah Anggota DPR Papua, Gubernur adalah
orang asli Papua, Adanya Perdasus, Hal-ihwal keuangan dan pengelolaan
sumberdaya alam serta kelestarian lingkungan, Peradilan adat, dan
Perlindungan hak adat yang meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat
serta hak perorangan para warga masyarakat hukum adat
- ^ Sebenarnya
pada tahun 1999 Provinsi Irian Jaya dijadikan tiga provinsi yaitu: (1)
Provinsi Irian Jaya Timur dengan Ibukota Jayapura, (2) Provinsi Irian
Jaya Tengah dengan kedudukan pemerintahan di Timika, dan (3) Irian Jaya
Barat dengan kedudukan pemerintahan di Manokwari dan untuk sementara
waktu beribukota di Sorong. Pembentukan provinsi-provinsi ini dilakukan
dengan UU No. 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya
Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Namun karena ada hal tertentu
pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat tertunda sampai tahun 2003 dan
Provinsi Irian Jaya Tengah belum dibentuk secara definitif
- ^ Aceh
sebenarnya diatur secara khusus melalui UU No. 11 Tahun 2006 dan Papua
sebenarnya diatur secara khusus melalui UU No. 21 Tahun 2001; bukan di
UU No. 32 Tahun 2004. Namun untuk memudahkan mengenali perbedaan antara
Aceh dan Papua dengan daerah lain maka hal tersebut langsung
diperbandingkan
- ^ Aceh
sebenarnya diatur secara khusus melalui UU No. 11 Tahun 2006; bukan di
UU No. 32 Tahun 2004. Namun untuk memudahkan mengenali perbedaan antara
Aceh dengan daerah lain maka hal tersebut langsung diperbandingkan
- ^ Sebenarnya
Aceh diatur secara khusus melalui UU No. 11 Tahun 2006, Papua diatur
secara khusus melalui UU No. 21 Tahun 2001, dan Jakarta diatur secara
khusus melalui UU No. 29 Tahun 2007; bukan di UU No. 32 Tahun 2004.
Namun untuk memudahkan mengenali perbedaan antara Aceh, Papua, dan
Jakarta dengan daerah lain maka hal tersebut langsung diperbandingkan
- ^ Dahulu menggunakan nomenklatur Badan Perwakilan Desa
- ^ Masa
jabatan kepala desa ini dapat dikecualikan bagi kesatuan masyarakat
hukum adat yang keberadaannya masih hidup dan diakui yang ditetapkan
dengan Perda
- ^ Pasal 18, 18A, dan 18B konstitusi Republik VI selengkapnya berbunyi:
"Pasal 18
-
- (1) Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
- (2) Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
- (3) Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
- (4) Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
- (5) Pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
- (6) Pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
- (7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pasal 18A
-
- (1) Hubungan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota,
atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
- (2) Hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara
adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
-
- (1) Negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
- (2) Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur
dalam undang-undang."
- ^ Isi
UU ini sebagian besar merupakan implementasi dari Nota Kesepahaman
(Memorandum of Understanding) antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan
Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di
Helsinki, Ibukota Finlandia. Isi keistimewaan dan otonomi khusus Aceh
yang berasal dari UU sebelumnya mendapat penjabaran lebih lanjut dan
perluasan serta tambahan materi berdasarkan MoU Indonesia-GAM. Sebagai
contoh ialah mengenai penerapan syariat Islam yang meliputi aqidah,
syar’iyah dan akhlak yang ketiganya dirinci menjadi ibadah, ahwal
alsyakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum
pidana), qadha’ (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan
pembelaan Islam.
- ^ Dalam
UU ini antara lain ditetapkan otonomi pada tingkat provinsi, Gubernur
harus mendapat suara lebih dari 50% untuk terpilih dalam satu putaran
pemilihan, Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut
kepentingan Ibukota Negara, Gubernur mempunyai hak protokoler
mendampingi Presiden, Adanya Deputi Gubernur yang membantu Gubernur
dalam kapasitasnya sebagai kepala Ibukota Negara, Pembagian wilayah
Jakarta dalam Kota administrasi/kabupaten administrasi, Adanya Dewan
Kota/Dewan Kabupaten pada tingkat kota/kabupaten serta Lembaga
Musyawarah Kelurahan pada tingkat kelurahan sebagai lembaga musyawarah
untuk mengakomodasi peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan dan peningkatan pelayanan masyarakat
- ^ Majelis Rakyat Papua baru dibentuk pada tahun 2004 atau 2005
- ^ Isi otonomi silakan lihat catatan kaki pada periode VI Otsus Papua
- ^ Keputusan
ini diambil dengan voting: 55 suara republik, 6 suara kerajaan, 2 suara
lain-lain (imamat [teokrasi]), dan 1 suara abstain; jumlah 66 suara
- ^ Keputusan
ini diambil dengan voting: 39 suara bekas Hindia Belanda ditambah
Malaya, Borneo Utara, Papua (Inggris), Timor Portugis dan pulau
sekelilingnya, 19 suara bekas Hindia Belanda tanpa tambahan, 6 suara
bekas Hindia Belanda ditambah Malaya dikurangi Papua
(Belanda/Inggris/Seluruhnya [?]) (atau bekas Hindia Belanda dikurangi
Papua {Belanda/Inggris/Seluruhnya [?]} ), 1 suara lain-lain, 1 suara
abstain; jumlah 66 suara
- ^ Keputusan
ini diambil dalam rapat panitia penyusun hukum dasar dengan voting: 17
suara unitarianisme, 2 suara federalism; jumlah 19 suara
- ^ mulai dari bagian ini sampai akhir kalimat adalah penjelasan dari Supomo selaku ketua tim perumus dari panitia hukum dasar
- ^ Republik
II adalah masa berlakunya konstitusi federal yang dikenal dengan
Konstitusi Republik Indonesia Serikat, tepatnya 27 Desember 1949 – 15
Agustus 1950
- ^ Aturan ini terdapat dalam Bab II Republik Indonesia Serikat dan Daerah-daerah Bagian
- ^ misalnya
pasal 47 yang berbunyi: "Peraturan-peraturan ketatanegaraan
negara-negara haruslah menjamin hak atas kehidupan-rakyat sendiri kepada
pelbagai persekutuan-rakyat di dalam lingkungan daerah mereka itu dan
harus pula mengadakan kemungkinan untuk mewujudkan hal itu secara
kenegaraan dengan aturan-aturan tentang penyusunan persekutuan itu
secara demokrasi dalam daerah-daerah otonomi"
- ^ Aturan
ini berdasarkan pasal 65 yang berbunyi: "Mengatur kedudukan
daerah-daerah Swapraja masuk dalam tugas dan kekuasaan daerah-daerah
bagian yang bersangkutan dengan pengertian, bahwa mengatur itu dilakukan
dengan kontrak yang diadakan antara daerah bagian dan daerah-daerah
Swapraja bersangkutan dan bahwa dalam kontrak itu kedudukan istimewa
Swapraja akan diperhatikan dan bahwa tiada suatupun dari daerah-daerah
Swapraja yang sudah ada, dapat dihapuskan atau diperkecil bertentangan
dengan kehendaknya, kecuali untuk kepentingan umum dan sesudah
undang-undang federal yang menyatakan, bahwa, kepentingan umum menuntut
penghapusan atau pengecilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada
pemerintah daerah-bagian bersangkutan."
- ^ Lihat pada periode II di atas
-
-
Pemerintahan daerah di Indonesia
Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan
kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber
daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa
yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
Pembentukan dan Penghapusan
Pembentukan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota
ditetapkan dengan undang-undang. Pembentukan daerah dapat berupa
penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau
pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Daerah dapat
dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan
tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Penghapusan dan
penggabungan daerah beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang.
Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus
bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus
dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.
Pembagian Urusan Pemerintahan
Urusan Pemerintahan Pusat Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh Undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat.
Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat meliputi:
- politik luar negeri;
- pertahanan;
- keamanan;
- yustisi;
- moneter dan fiskal nasional;
- agama ; dan
- norma.
Urusan Pemerintahan Daerah
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan
berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan urusan
pilihan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan.
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten
atau daerah kota merupakan urusan yang berskala kabupaten atau kota
meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan kabupaten atau kota yang
bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah
lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan
sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan
wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan
antarsusunan pemerintahan.
Penyelenggara Pemerintahan
Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh wakil
presiden, dan oleh menteri negara.Penyelenggara pemerintahan daerah
adalah
pemerintah daerah dan
DPRD. Untuk pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan
DPRD provinsi. Untuk pemerintahan daerah kabupaten atau daerah kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten atau kota dan
DPRD kabupaten atau
kota.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan
asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan pemerintahan
daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas
pembantuan.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tugas
pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari
pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak dan kewajiban.
Hak dan kewajiban tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja
pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan
pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan
daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud dilakukan secara efisien,
efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada
peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut
kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk
kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah wali kota. Kepala daerah
dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut
wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota
disebut wakil wali kota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas,
wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai
kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban
kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan
daerah kepada masyarakat.
Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil
pemerintah pusat di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian
untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas
dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten
dan kota.Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana
dimaksud, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.
Perangkat Daerah
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi
adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak
berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke
dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah
sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan
daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus
diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi
geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian
dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas.
Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi
masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Perangkat daerah provinsi terdiri atas
sekretariat daerah,
sekretariat DPRD,
dinas daerah, dan
lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah,
kecamatan, dan
kelurahan.
Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan
memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah
mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun
kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD
mempunyai tugas: (a). menyelenggarakan administrasi kesekretariatan
DPRD; (b). menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD; (c). mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan (d). menyediakan dan
mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan
fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas
daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah
dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik
berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan,
kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung jawab kepada
kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman
pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau
wali kota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kelurahan
dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan
Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.
DPRD
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
DPRD
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan
sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi
legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPRD mempunyai tugas dan wewenang.
DPRD mempunyai hak: (a). interpelasi; (b). angket; dan (c). menyatakan
pendapat.
Alat kelengkapan DPRD terdiri atas: (a). pimpinan; (b). komisi; (c).
panitia musyawarah; (d). panitia anggaran; (e). Badan Kehormatan; dan
(f). alat kelengkapan lain yang diperlukan. Anggota DPRD mempunyai hak
dan kewajiban. Anggota DPRD mempunyai larangan dan dapat diganti antar
waktu. Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang
mengenai pemerintahan daerah berlaku ketentuan Undang-Undang yang
mengatur Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja
yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara
bermakna bahwa di antara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki
kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini
tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah.
Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD
adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk
melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga
antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya
saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain
dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Pilkada
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Pilkada
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan
calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Calon Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu.
Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh
suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan
sebagai pasangan calon terpilih. Apabila ketentuan tersebut tidak
terpenuhi,pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan
sebagai pasangan calon terpilih.
Apabila tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima persen) dari
jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh
pemenang pertama dan pemenang kedua. Pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua
dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas
nama Presiden dalam sebuah sidang DPRD Provinsi. Bupati dan wakil bupati
atau wali kota dan wakil wali kota dilantik oleh Gubernur atas nama
Presiden dalam sebuah sidang DPRD Kabupaten atau Kota.
Kepegawaian Daerah
Pemerintah pusat melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri
sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai
negeri sipil secara nasional. Manajemen pegawai negeri sipil daerah
meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak
dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian
jumlah. Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah
dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada
tingkat daerah oleh Gubernur.
Perda dan Perkada
Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat
persetujuan bersama DPRD. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Perda
merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Perda
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundangundangan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan
atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.
Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda
berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. Perda
disampaikan kepada Pemerintah pusat paling lama 7 (tujuh) hari setelah
ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh
Pemerintah pusat.
Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan,
kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan
kepala daerah. Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
diundangkan dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda dalam Lembaran
Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh
Sekretaris Daerah. Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda
dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk
Satuan Polisi Pamong Praja.
Perencanaan Pembangunan
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan
pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah disusun oleh
pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten atau daerah kota sesuai
dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah.
- Rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP Daerah) untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang ditetapkan dengan Perda;
- Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJM Daerah) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang ditetapkan dengan Perda
- Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari
RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dengan mengacu kepada
rencana kerja Pemerintah pusat.
Keuangan Daerah
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara
optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan
pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan
mengacu kepada Undang-Undang yang mengatur Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan
dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan
Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah
yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.
Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara
lain berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai
dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan
mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi
hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana
perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan
sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.
Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah
menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi.
Di dalam Undang-Undang yang mengatur Keuangan Negara, terdapat
penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan
pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden
sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/wali kota selaku kepala
pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili
pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan
daerah, yaitu bahwa Kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) adalah
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan bertanggungjawab atas
pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan
daerah. Dalam melaksanakan kekuasaannya, kepala daerah melimpahkan
sebagian atau seluruh kekuasaan keuangan daerah kepada para pejabat
perangkat daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan
pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai
Pemerintahan Daerah.
Sumber pendapatan daerah terdiri atas:
- pendapatan asli daerah ( PAD), yang meliputi: (a) hasil pajak
daerah; (b) hasil retribusi daerah; (c) hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan; dan (d) lain-lain PAD yang sah;
- dana perimbangan yang meliputi: (a). Dana Bagi Hasil; (b). Dana Alokasi Umum; dan (c). Dana Alokasi Khusus; dan
- lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari
penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama
Pemerintah pusat setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan
Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. Pemerintah daerah dapat
memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan,
dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada
peraturan perundangundangan.
Anggaran pendapatan dan belanja daerah ( APBD) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan
daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1
(satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember. Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD
disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk
memperoleh persetujuan bersama. Rancangan Perda provinsi tentang APBD
yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang
penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga)
hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Rancangan
Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan
rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan
kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan
dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh
Bendahara Umum Daerah. Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur
lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Kerjasama dan Perselisihan
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat
mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada
pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan
saling menguntungkan. Kerja sama tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk
badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama. Dalam
penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerja sama dengan pihak
ketiga. Kerja sama yang membebani masyarakat dan daerah harus
mendapatkan persetujuan DPRD.
Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi
pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur
menyelesaikan perselisihan dimaksud. Apabila terjadi perselisihan
antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya, serta
antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya,
Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud. Keputusan Guberneur atau Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud bersifat final.
Kawasan Perkotaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
kota
Kawasan perkotaan dapat berbentuk :
- Kota sebagai daerah otonom yang dikelola oleh pemerintah kota;
- bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan yang dikelola
oleh daerah atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggungjawab
kepada pemerintah kabupaten.;
- bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan
memiliki ciri perkotaan yang dikelola bersama oleh daerah terkait.
Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan
perkotaan, pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat.
Desa atau nama lain
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Desa
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Nagari
Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah
desa dan
Badan Permusyawaratan Desa.
Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa dengan
memperhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarakat. Landasan pemikiran
dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi,
otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah
mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya
dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan
ataupun pendelegasian dari Pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk
melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang terhadap desa di luar
desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang
dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun
karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun
heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.
Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Desa yang dimaksud dalam ketentuan ini termasuk antara lain
Nagari di
Sumatera Barat,
Gampong di provinsi
NAD,
Lembang di
Sulawesi Selatan,
Kampung di
Kalimantan Selatan dan
Papua,
Negeri di
Maluku.
Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.
Yang dimaksud dengan Perangkat Desa lainnya dalam ketentuan ini adalah
perangkat pembantu Kepala Desa yang terdiri dari Sekretariat Desa,
pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan, dan unsur kewilayahan
seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.
Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara
Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya
diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Calon
kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa
sebagaimana dimaksud, ditetapkan sebagai kepala desa. Masa jabatan
kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya. Masa jabatan kepala desa dalam
ketentuan ini dapat dikecualikan bagi kesatuan masyarakat hukum adat
yang keberadaannya masih hidup dan diakui yang ditetapkan dengan Perda.
Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa
bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Di
desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan
peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan. Yang
dimaksud dengan lembaga kemasyarakatan desa dalam ketentuan ini seperti:
Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, karang taruna, lembaga pemberdayaan
masyarakat.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
- urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
- urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
- tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
- urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan diserahkan kepada desa.
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban. Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan
kebutuhan dan potensi desa. Desa dapat mengadakan kerja sama untuk
kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan
kepada Bupati/Walikota melalui camat.
Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang
dilakukan untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi
daerah. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan
oleh Pemerintah dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah.
Koordinasi pembinaan dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional,
regional, atau provinsi.
Pembinaan tersebut meliputi
- koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan;
- pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;
- pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan;
- pendidikan dan pelatihan; dan
- perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses
kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan
sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:
- Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;
- Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Pemerintah memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Sanksi diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah apabila diketemukan adanya
penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara pemerintahan daerah
tersebut. Sanksi dimaksud antara lain dapat berupa penataan kembali
suatu daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan dan
pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah baik peraturan daerah,
keputusan kepala daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah serta
dapat memberikan sanksi pidana yang diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut
secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota
dikoordinasikan oleh Gubernur. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.
Pertimbangan Otonomi
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, Presiden dapat
membentuk suatu dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan
terhadap kebijakan otonomi daerah. Dewan ini dipimpin oleh Menteri Dalam
Negeri yang susunan organisasi keanggotaan dan tata laksananya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Dewan tersebut bertugas
memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden antara lain mengenai
rancangan kebijakan:
- pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah serta pembentukan kawasan khusus;
- perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah,
Ketentuan Lain-lain
Daerah-daerah yang memiliki status
istimewa dan diberikan
otonomi khusus
selain diatur dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan
khusus yang diatur dalam undang-undang lain. Ketentuan dalam
Undang-Undang ini berlaku bagi Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi
Papua termasuk
provinsi hasil pemekarannya, dan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersendiri.
Yang dimaksud dengan Undang-Undang tersendiri adalah Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN Tahun
2007 Nomor 93; TLN 4744); Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (LN Tahun
1999 Nomor 172; TLN 3893) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh (LN Tahun 2006 Nomor 62; TLN 4633); dan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (LN Tahun
2001 Nomor 135; TLN 4151). Karena Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
belum memiliki Undang-Undang tersendiri, maka keistimewaan untuk
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah tetap dengan ketentuan bahwa
penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah
yang didekonsentrasikan, dilaksanakan oleh instansi vertikal di daerah.
Instansi vertikal tersebut jumlah, susunan dan luas wilayah kerjanya
ditetapkan Pemerintah. Semua instansi vertikal yang diserahkan dan
menjadi perangkat daerah, kekayaannya dialihkan menjadi milik daerah.
Batas daerah provinsi atau kabupaten/kota yang berbatasan dengan
wilayah negara lain, diatur berdasarkan peraturan perundang- undangan
dengan memperhatikan hukum internasional yang pelaksanaannya ditetapkan
oleh Pemerintah.
Anggota
Tentara Nasional Indonesia dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia
tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah sepanjang belum diatur dalam undang-undang.